Abdul Kahar Muzakkir – Profesor Kiai Haji Abdul Kahar Muzakkir adalah tokoh intelektual Indonesia yang berlatar belakang organisasi sosial keagamaan Muhammadiyah. Lahir dari keluarga pedagang di Kotagede, Yogyakarta, beberapa sumber mengatakan, dia lahir pada 1907. Abdul Kahar adalah salah satu anak laki-laki dari Muzakkir, seorang pedagang ternama Kotagede. Kakek Abdul Kahar bernama Haji Masyhudi yang merupakan salah seorang perintis pendirian Muhammadiyah di Kotagede pada awal pendiriannya di tahun 20-an. Semasa sekolah dasar dia bersekolah di tempat yang saat ini bernama SD Kleco. Selepas pendidikan dasar dia melanjutkan ke pesantren Gading dan Krapyak di sebelah selatan Keraton Yogyakarta. Sebagai santri dia juga melakukan santri keliling ke Pesantren Jamsaren Solo kemudian dilanjutkan ke Madrasah Mambaul Ulum di kota yang sama. Pada usia 18 tahun, Abdul Kahar menjalankan ibadah haji ke Mekah, tetapi karena suasana perang sedang berkecamuk di sana, Abdul Kahar memutuskan pergi ke Mesir. Di sana dia belajar di Universitas Al-Azhar, Kairo. Setelah dua tahun dia pindah ke Darul ulum. Masa itu dia jalani selama 13 tahun. Hal itu membuat dia dekat dengan Sayid Quttub salah seorang ulama Sunni Islam yang mengikuti pemikiran Ibnu Taimiyah. Selama di Mesir, itu Abdul Kahar aktif dalam pergerakan mahasiswa-mahasiswa asal Asia Tenggara yang memperjuangkan kemerdekaan negerinya dari kolonialisme. Abdul Kahar juga menulis artikel di sejumlah koran Mesir seperti Al-Balagh dan Al Hayat. Tahun 1931, mufti besar Palestina, Sayid Amin Huseini, meminta Kahar untuk hadir dalam Muktamar Islam Internasional di Palestina mewakili Asia Tenggara. Konon, kakek Abdul Kahar masih terhitung cicit dari Kiai Kasan Besari, yang diceritakan dalam sejarah pernah menjadi salah seorang komandan laskar Pangeran Diponegoro di zaman Perang Jawa. Dari garis Kiai Kasan Besari inilah jejak Tarekat Syattariyah menjadi salah satu unsur penting dalam garis leluhur Abdul Kahar yang terbukti sangat membantu dia di masa-masa penting dalam hidupnya. Salah satu yang dicatat sejarah adalah perdebatan ketika penentuan dasar negara versi Piagam Jakarta. Abdul Kahar dan Wahid Hasjim sempat bersikeras mempertahankan butir pertama dalam Piagam Jakarta, “Ketuhanan dengan mewajibkan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi setelah melewati perdebatan sengit, Kahar dan Hasjim menerima perubahan dan penyederhanaan demi persatuan. Butir pertama itupun berubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang menjadi sila pertama dalam Pancasila. Menyerahnya Jepang kepada sekutu membuat keadaan semakin darurat. Keinginan memproklamasikan kemerdekaan sebelumnya telah difasilitasi Jepang dalam Badan Persiapan Urusan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Abdul Kahar Muzakkir adalah salah seorang anggotanya bersama sembilan orang lainnya. Mereka adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, AA Maramis, Wahid Hasjim, Achmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, dan Agus Salim. (Sumber: https://indonesia.go.id/kategori/komoditas/1363/abdul-kahar-muzakkir-dari-kiai-kasan-besari-hingga-muhammadiyah?lang=1)
Baca juga : Wisata Minat Khusus Menjadi Tren Pariwisata Indonesia 2024
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat. Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di 0812-3299-9470
No responses yet