Berbagai Wujud Mitos – Masih berpangkal pada penjelasan Peursen, Herusatoto (2012, pp. 1–15) mencoba menjabarkan berbagai wujud mitos yang dikontektualisasikan dalam kebudayaan Jawa. Wujud-wujud mitos dalam kebudayaan Jawa masa kini merupakan “perpaduan kebudayaan Jawa Asli, kebudayaan Jawa Saka (Hindu-Jawa) dan kebudayaan zaman pra-Islam.” Ada tiga klasifikasi besar mengenai wujud mitos dalam kebudayaan Jawa, yakni dongeng, legenda, dan babad.
Dongeng dikatakan sebagai tradisi Jawa Asli sebelum kedatangan pengaruh Hindu. Ada dongeng yang berupa penanaman nilai-nilai budi pekerti, ada yang menceritakan pemujaan arwah leluhur atau dewa-dewi, ada juga yang berupa fabel. Selain itu, dongeng sebelum tidur juga diceritakan sebagai pelipur lara dan penyampaian pedoman moral yang disesuaikan dengan usia pendengarnya.
Terakhir, Herusatoto mengklasifikasikan yang disebut sebagai dongeng mitos. Dongeng mitos mengajak manusia untuk “mengambil bagian dalam kejadian-kejadian di sekitarnya dan menganggapi daya-daya kekuatan alam.” Biasanya, dongeng mitos didasarkan pada kisah leluhurnya yang dianggap telah membuka jalan kehidupan bagi keturunannya.
Legenda merupakan bukti pengaruh Hindu dalam kebudayaan Jawa. Kisah yang diceritakan dianggap benar-benar terjadi oleh masyarakat, dan umumnya menggambarkan asal-usul terjadinya suatu tempat yang dikaitkan dengan tokoh mitologis dengan kekuatan sakti. Biasanya legenda digunakan sebagai pengingat bagi manusia agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Banyak legenda yang juga menggambarkan adanya suatu perubahan zaman atau gejolak dalam masyarakat, contohnya legenda perkawinan Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul yang mencirikan terbentuknya Mataram Islam.
Dongeng dan Legenda yang lebih tua kemudian dikembangkan menjadi suatu bentuk babad yang ditulis para pujangga Jawa zaman pra-Islam. Biasanya, babad bersifat religio-magis, kosmologonis, dan elitis. Hal ini disebabkan cara berpikir orang Jawa yang cenderung kosmis-mitis dan kosmis-biologis. Artinya, hal-hal gaib dan peristiwa alam kosmik dikaitkan dengan kehidupan manusia. Dalam pandangan mistik Kejawen, hal ini disebabkan karena manusia Jawa percaya bahwa dirinya adalah miniatur alam semesta, sehingga apa yang terjadi di dalam diri manusia (mikrokosmos atau jagat cilik) harus diharmonisasi dengan makrokosmos atau jagat gedhe demi mencapai ketenteraman hidup. Inilah sebabnya para sejarawan memandang babad sebagai karya yang mengandung unsur kesejarahan tetapi bukan sejarah secara keilmuan (modern) karena masih sangat digerakkan oleh mitos (tradisional).
Baca juga : Pewarisan dan Pengembangan Mitos Gunung Merapi
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di+62 812-3299-9470.
No responses yet