Keunikan lain yang dimiliki Kota Solo adalah ritual sumur Mbah Meyek. Tepatnya di Kampung Bibis Kulon, jaraknya kurang lebih 3 kilometer dari pusat pemerintahan. Penduduk lokal menghormati kepercayaan leluhur. Kampung tersebut memang tercatat memiliki 4 tempat keramat, yaitu punden yang berupa sumur Mbah Meyek, sumur Mbah Bandung, pohon asam Mbah Asem Kandang, serta pohon asam Mbah Kaji. Dari sekian pepunden yang dianggap wingit tersebut, agaknya hanya sumur Mbah Meyek yang melegenda di sanubari masyarakat setempat.
Setahun sekali, dihelat acara bersih desa. Warga beramai-ramai membersihkan lingkungan sumur. Ritual ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, ungkapan terima kasih kepada roh leluhur dan pepunden kampung lantaran telah menjaga keselamatan kampung, dan membersihkan lingkungan Kampung Bibis Kulon. Diriwayatkan, kala Jepang menduduki bumi Indonesia, penduduk kampung pernah tidak diperkenankan mengadakan upacara bersih desa, sebab tentara Jepang melarang masyarakat berkumpul. Imbasnya, terjadilah malapetaka di kampung ini. Penduduk terserang wabah penyakit, yang konon dipercayai para pundhen murka.
Sering dalang kondang mengisi hajatan ini, macam Ki Anom Suroto dan Warseno Slank. Di situ, mereka mendalang bukan mencari sesuap nasi, melainkan untuk ngalap berkah dari Mbah Meyek. Realitas beberapa dalang terkenal mendalang di sumur Mbah Meyek dengan tarif yang jauh lebih rendah dari biasanya saat tampil di tempat lain ialah bukti sakralnya upacara penghormatan kepada Mbah Meyek.
Di dalam kegiatan yang dikerjakan secara turun temurun ini, ditemukan potret kerukunan (guyup) warga yang sangat mengedepankan rasa kebersamaan. Biaya untuk menyelenggarakan kegiatan diperoleh dari iuran wajib bagi tiap kepala keluarga, selain dari donatur yang peduli terhadap nilai tradisi budaya. Warga berusaha memberi penghormatan terhadap air pedhayangan desa yang berwujud sumber air, walaupun kini orang tidak banyak memakai air sumur karena telah tergantikan air ledeng.
Kalau dicermati, tradisi tahunan membersihkan sumur Mbah Meyek dan lingkungan kampung berkaitan erat dengan konsep magis nenek moyang perihal kesehatan. Kepercayaan orang Jawa, sumur dipakai pula sebagai pembersih raga dan jiwa. Kepercayaan tersebut seakan memiliki daya kekuatan mengajak masyarakat kontemporer agar senantiasa sadar untuk hidup bersih, baik lahir maupun batin. Sumur Mbah Meyek menjadi simbol sumber kehidupan yang menggenggam pesan local wisdom. Boleh dibilang, sumur adalah sumber inspirasi kehidupan Kampung Bibis Kulon.
Demikianlah, ritual sumur Mbah Meyek bukan tindakan beraroma klenik, melainkan strategi “penyiaran” dalam religi lama. Kisah yang didakwahkan bukan sekadar pengantar tidur anak-anak untuk menjemput mimpi di malam hari. Guna menangkal aksi perusakan terhadap ritual budaya warisan leluhur, cerita ritual rakyat yang mengandung nilai local genius semacam ini perlu dipublikasikan secara luas. Juga didongengkan di kalangan generasi muda dengan memikat. Tiada salahnya dikreasikan menjadi tujuan pariwisata, selain juga bahan ajar muatan lokal di bangku sekolah. Ritual tradisional adalah strategi kebudayaan sekaligus kekayaan budaya yang dimiliki komunitas untuk menjaga lingkungan hidup agar tidak dieksploitasi seenaknya hingga mengundang bencana, selain memupuk spirit gotong royong di level lokal (Heri Priyatmoko, 2019).
No responses yet