Budaya Tarian Ledo Hawu di Sabu Rijua, Nusa Tenggara Timur

Suku Sabu memiliki budaya dan adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang mereka, yang harus dipelajari, dikembangkan dan dilestarikan. Budaya ini dipelajari guna menemukan nilai-nilai kualitas hidup yang dapat menopang pembangunan bangsa.

Tari Ledo Hawu merupakan tarian tradisional sakral masyarakat adat Sabu Raijua, membawa arwah rang yang sudah meninggal ke tempat kedamaian dan keabadian (surga/nirwana). Tari Ledo Hawu merupakan salah satu tarian khas masyarakat Sabu, yang juga merupakan tarian adat keagamaan dengan fungsi bimbingan spiritual dan dukungan bagi keluarga almarhum. Dalam perkembangannya, tarian ini tidak hanya ditampilkan dalam upacara adat saja, tetapi juga untuk menjamu tamu penting, pesta dan pertunjukan budaya.

Tari ini tidak diketahui secara pasti kapan diciptakan.  Ketua adat mengklaim bahwa tarian ledo hawu ada dari generasi putra doheleoyang dibunuh oleh putranya dijradohe, diikuti dengan upacara tradisional yang disebut tao leo dappi yang dibawakan dengan tarian ledo hawu. Beberapa orang yang menari tarian ini melakukan gerakan-gerakan dengan pedang terhunus, diiringi gong dan kendang serta syair-syair suci para pujangga. Tarian ini juga ditarikan untuk menunjukkan cinderamata seperti rantai emas, anting dan ikat pinggang, gelang gading dan kain tenun ikat halus. Seorang pria dengan pedang (hemala) menunjukkan caranya bermain dengan pedang dan mencoba untuk mengesankan wanita yang bergerak sangat lambat dengan gerakan tangan yang anggun. Wanita bisa berhenti menari kapanpun dia mau, selama wanita menari, pria harus selalu menari dan ini bisa memakan waktu 30 menit lebih.

Dalam kisah kekalahan, ayah, istri dan anak-anak akan tinggal di Rote Ndao. Konon suatu saat muncul pemikiran baru di benak sang ayah bahwa anaknya bisa menikah dan punya anak. Melalui ini, putranya berangkat ke pulau Timor sesuai permintaan, menggunakan perahu yang dibangun ayahnya. Akhirnya mereka sampai di pulau Timor dan Kire Oli (nama anak laki-laki) disambut oleh orang Timor dengan tarian yang menakutkan mereka mengira Kire Oli berasal dari surga. Karena hanya tahu dunia ini hanya pulau Timor, tidak ada pulau lain.

Sesuai amanat ayahnya, dia merasa tidak memiliki pasangan yang cocok untuk tinggal di tempat lain. Jadi Kire Oli pergi ke Pulau Sabu dan sesampainya di Sabu orang mengira dia berasal dari surga, sehingga semua orang mengundangnya untuk untuk menyapa Kire Oli dengan tarian Ledo Hawu sementara Kire Oli menonton.  Penari tidak lagi memiliki wanita yang cocok untuk pasangan hidupnya. Maka Kire Oli pun bertanya kepada masyarakat sekitar, “apakah hanya dia yang ada di sabu?” salah satu dari mereka menjawab, “ada (satu) wanita lain yang belum datang” , setelah itu Kire Oli diundang untuk membawanya. Wanita kecil, berusia 6 tahun yang bernama Hemado Lena. Dengan kedatangan Hemado Lena diundang untuk menari, sehingga Kire Oli menjadi tertarik dengan petunjukan tari Hemado Lena, dan Kire menemukan dirinya sangat cocok untuk istrinya dan dengan persetujuan keluarga wanita yang dinikahinya. Seorang kakek bernama Ei Kepakka mengirim pesan kepada Kire Oli yang mengatakan: ‘’Bahkan jika kalian sudah menikah, kamu tidak dapat mengambil Hemado Lena, karena dia masih muda dan masih belum bisa bekerja menenun, izinkan saya mengajarinya menenun dalam selang waktu selama Sembilan tahun’’.

Setelah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, Kire Oli kembali pulang dan menceritakan semua pada ayahnya. Singkat cerita, setelah 9 tahun waktu berjalan, Kire Oli kembali dating ke pulau sabu untuk membawa Hemado Lena. Setelah mendengar berita itu, salah satu wanita di pulau Sabu cemburu pada Hemado Lena karena akan menikahi Kire Oli yang juga dicintai oleh dia. Akan tetapi, kenyataannya wanita itu berbeda dengan yang lain, karena dia adalah setengah dewa. Konon sebelum Kire Oli tiba di pulau sabu, dalam hutan ada seekor kera bernama ‘’djami kelara’’ dan kera ini diikat oleh Hemado Lena , kera setengah dewa yang bisa berubah wujud menjadi manusia.

Singkat cerita, Kire Oli dating untuk mendapatkan Hemado Lena dan kemudian wanita setengah dewa itu merubah wujudnya menjadi Hemado Lena ketika  Hemado Lena yang asli kurus seperti pohon kelapa oleh perempuan setengah dewa tadi. Agar Hemado Lena tidak lagi dikenal oleh oranguanya dan masyaraat setempat.

Mengabaikan hal ini, Kire Oli membawa manusia setengah dewa ini diatas perahu Bersama dengan Heado Lena yang asli ke Ndao, sedangkan Hemado Lena yang asli dikirim sebagai banni ngalai (pengantin). Sesampainya di Ndao, ayah Kire Oli menyambutnya dengan tata cara tradisional, menyiapkan piring berisi 2 baris yang ditaruh ditanah, satu untuk wanita dan satu untuk pria agar kedua mempelai bisa berjalan-jalan sambal duduk diatas piring. Jadi mereka berjalan di sekitar  papan, tetapi anehnya papan yang diinjak Hemado Lena ketika dia berbalik dari monyet telah rusak, sedangkan papan yang diinjak He,ado Lena yang asli tidak patah. Setelah melihat kejadian itu, ayah Kire Oli terkejut karena piring yang diinjak oleh menantunya patah. Setelah seian lama, pada suau malam ayah Kire Oli bermimpi piring yang diinjaknya bukanlah Hemado Lena yang asli karena dia telah bertransformasi dari seekor monyet dengan wajah yang sama dengan Hemado Lena yang asli, sedangkah yang asli memiliki tubuh yang kurus. Mengetahui hal tersebut, Kire Oli murka dan hendak membawa kera yang mirip istrinya ke sabu untuk dibunuh, dan ia pun pergi dengan Hemao Lena yang asli. Sesampainya di pulau Sabu, ia langsung membunuh kera jelmaan itu, setelah membunuh Hemado Lena yang asli dan kurus dan belum kembali normal, lalu istrinya kembali ke Rote Ndao.

Jika dilihat dari cerita, alur tersebut digunakan oleh masyarakat sabu sebagai tarian tradisional ledo hawu. Jika dilihat pada tari ledo hawu terdapat tarian parallel antara laki-laki dan perempuan yang mengungkapkan kisah orang tua Kire Ola menyambut pengantin baru, maka di tarian ini juga terdapat penari yang memgang parang yang mengungkap sejarah.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

twelve − 12 =

Latest Comments