Dinamika Ndalem Jayakusuman

Di Solo, ada rumah lawas hasil sitaan pemerintah pusat atas tindakan korupsi mantan pejabat Bulog diserahkan kepada pemerintah setempat. Rumah megah itu bernama ndalem Jayakusuman. Setelah dilakukan renovasi, hunian warisan bangsawan keraton itu sering dipakai untuk kegiatan kebudayaan skala lokal hingga nasional. Tidak kurang maestro tari Sardono W Kusumo memakai ndalem di Kampung Gajahan tersebut untuk pentas kesenian bersama murid dan koleganya.

Rumah megah berkelir coklat itu punya cerita yang menarik untuk diketahui publik. Jurnalis koran Bromartani menjelaskan Pangeran Arya Jayakusuma merupakan putra Paku Buwono VI yang semula bernama Bendara Raden Mas Widayatdi. Sebelum dibuang ke Ambon dan tutup usia di tahun 1849, Paku Buwono VI mewariskan rumah itu kepada BPA Jayakusuma. Logis apabila di atas pintu ndalem itu dipergoki angka berhuruf Jawa yang apabila dihitung tahun Masehi 1849.

Kian kuat argumentasi ndalem itu bukan mahakarya era Paku Buwono X dengan menilik keterangan redaktur Bromartani (1870). Dengan teliti juru warta mendokumentasikan kepergian BPA Jayakusuma yang sudah tidak berhak lagi menempati rumah luas itu. Hidup aturan yang diugemi dalam jagad aristokrat klasik, yakni tak selamanya pengeran bersama keturunannya bisa tinggal di sebuah ndalem karena ada pergantian kekuasaan raja. Dikisahkan, pada hari Rabu tanggal 26 Jumadilawal tahun Dal 1799 (1870 M), Kanjeng Pangeran Arya (KPA) Surya Atmaja diberi sebuah rumah berikut isinya oleh ayahandanya, Paku Buwono IX (1861-1893). Diketahui, rumah tersebut merupakan ndalem Pangeran Arya Jayakusuma.

Tak sedikit yang berdecak kagum dengan kemewahan ndalem Jayakusuman lantaran perlengkapannya begitu komplit. Ada pringgitan, pendapa, gandok kiri-kanan, dan beberapa rumah tinggal abdi dalem perempuan. Termasuk pula perlengkapan di pendapa diberikan seluruhnya kepada KPA Surya Atmaja. Secara konseptual, ndalem Jayakusuman merupakan hunian model community house. Di samping keluarga ningrat, kompleks ini dijumpai magersari yang menumpang hidup dan melayani majikan.

Surya Atmaja bersiap pindah ke ndalem Jayakusuman hari Senin tanggal 16 bulan Jumadilakir tahun Dal. Sementara itu, KPA Jayakusuma angkat kaki menuju Mangkubumen luar. Anak Paku Buwono VI ini legawa menempati rumah yang telah dipersiapkan atas dibiayai Paku Bowono IX. Minggu pukul 21.00 ada kesibukan luar biasa di dalam kedaton. Sesuai rencana, Surya Atmaja pindahan ke ndalem Jayakusuman mulai malam itu. Dia mendahulukan anak-anaknya yang masih kecil dan keluarga terdekatnya. Sekeluarnya dari dalam keraton, Surya Atmaja berjalan diikuti barisan pangeran bersama kerabat. Dibarengi 60 abdi dalem punakawan berbusana kembar memakai sikepan putih dan memegang 20 obor. Pasalnya, listrik baru masuk Solo tahun 1903.

Gema rumah bangsawan ini tidak meredup, tetaplah regeng. Ada peristiwa kebudayaan dan politik yang terjadi di situ. Ambillah misal, pada 22 Agustus 1938 ndalem Jayakusuman menjadi tuan rumah gelaran rapat Narpawandawa yang dipimpin RT dokter Wedyadiningrat menyoal “dipensi”. Rombongan intelektual Jawa berkumpul guna merespon kahanan gawat dunia yang bergejolak akibat perang. Mereka memikirkan posisi Keraton Surakarta sebagai pengayom dan menjamin keselamatan nasional. Inilah potret kesadaran berpolitik para priayi modern istana yang tersembul di ndalem Jayakusuman (Heri Priyatmoko, 2020).

Ndalem tersebut bukan ruang kosong tanpa cerita, tapi jejak zaman kerajaan yang patut diuri-uri dan dikunjungi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *