Desa adat Legian merupakan suatu wilayah desa dari beragamnya desa adat yang terdapat pada Provinsi Bali yang masih ada sampai sekarang. warga adat di Bali mengenal istilah ajeg Bali yang bermakna Pulau Bali yang lestari beserta segala aspek yang ada didalamnya.
Awig-awig merupakan ketentuan dan pedoman yang memberi pengaturan hidup bermasyarakat hukum adat pada Desa adat supaya merealisasikan kehidupan menjadi lebih baik. Awig-awig ini disusun oleh Prajuru Adat bersama Krama Adat guna selaras terhadap keadaan manusia situasi desa setempat beserta melalui proses sakralisasi yakni upacara Pasupati. Karena hukum adat sebagai hukum yang bertumbuh dan mempunyai perkembangan pada masyarakat sesuai terhadap asas ubi societas ibi ius, artinya dimana ada masyarakat maka disana pula juga ada hukum.
Kehidupan masyarakat adat Bali yang berdasarkan kepada nilai hukum adat merupakan suatu keunikan pada perkembangan warga modern guna ditetapkannya konsep kepariwisataan budaya. Pelaksaan konsep pariwisata budaya ini berkaitan dengan keberadaan desa adat yang merupakan persekutuan warga adat yang memiliki kehidupan serta bertumbuh pada masyarakat di Bali, yang telah ditetapkan di Peraturan Daerah. Selain itu, perkembangan pariwisata di Bali yang sangat pesat ini tidak memberi pengaruh keberadaan hukum adat yang bisa berhubungan terhadap keperluan perkembangan kepariwisataan di Bali.
Warga hukum adat Bali yang sudah membuat pariwisata merupakan bagian atas hidup bermasyarakat dan budaya Bali sudah menuntut masyarakat serta kebudayaan lokal agar “go internasional” serta dengan proses internasionalisasi ini masyarakat ini tentunya perlu jadi warga dunia dengan multibudaya dan jadi “a tourist society”. Pariwisata budaya dengan tidak sadar sudah membawa warga lokal seperti terhimpit diantara dua arah kekuatan, diharuskan melakukan pemeliharaan dan melaksanakan hukum adat yang merupakan komoditas yang bisa dijual.
Masyarakat adat di Bali sangat menjunjung tinggi toleransi dan terbuka kepada budaya maupun mobilitas masyarakat dari luar yang masuk ke Bali. Satu sisi budaya yang masuk memberi dampak negatif yang sangat sulit untuk ditanggulangi, namun disisi lain memberikan dampak positif bagi perkembangan masyarakat adat di Bali.
Desa adat Legian ini memiliki corak yang menarik dari keberadaan paradgma globalisasi yang bisa bersanding terhadap keberadannya lokalitas Desa Adat Legian. Konsep awig-awig ini sebagai suatu peraturan yang menciptakan warga adat bisa mempunyai tindakan selaras dengan pakem yang sudah diosetujui bersama.
Hadirnya globalisasi di desa adat legian menjadi kesempatan untuk warga adat dapat mengambil peranannya dengan melalui kepariwisataan. Awing-awing desa adat legian menghadapi kepada posisi agar melakukan adaptasi dengan perkembangannya. Proses tersebut saling mempengaruhi antara globalisasi melalui penegakkan pawos atau pasal dari setiap awig-awig sebagai upaya dalam mempertahankan harmonisasi kehidupan bila ada suatu tindakan yang melanggar dan terjadi diluar pakem awig-awig.
Hadirnya pariwisat adi Desa Adat Legian ini tidak akan mengikis identitas masyarakat adat, karena awig-awig ini telah mengatur dan mengimplementasikan secara nyata. Masyarakat desa adat legian tidak dapat didefinisikan dengan sifat statis, gerak dinamis merupakan pola yang dapat dilihat bahwa masyarakat semakin mengalami kemmajuan atau kemunduran di setiap peradaban.
No responses yet