Genealogi Sosiologi Pariwisata

Genealogi dari kajian sosiologi pariwisata berawal dari fenomena kegiatan perjalanan yang melibatkan kelompok sosial ke beberapa tempa tujuan. Seorang bangsawan perancis pada tahun 1672 berani menyebut fenomena kepariwisataan itu dengan istilah ‘le grand tour’ dalam bukunya berjudul ‘the true guide for foreigners traveling in France’sebagai sebuah perjalanan besar di Paris. Minat dari tujuan perjalanan tersebut dianggap diperlukan untuk penguatan dari pelapisan sosial. Fenomena kegiatan perjalanan dengan banyak anggota sosial di Inggris secara umum dilakukan oleh kelompok calon diplomat dan orang kaya mengelilingi daratan eropa. Keberlangsungan kegiatan itu secara massa diperkuat oleh adanya motif pendidikan politik dan diplomasi yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan ‘grand tour’. Grand tour berkembang pesat ke luar eropa dengan motif mengunjungi tempat-tempat keramat dan berkhasiat untuk penyembuhan yang kemudian berdampak terhadap perkembangan pariwisata. Soekadijo (1995) mencoba mengkategorikan perkembangan pariwisata menjadi 3 tahap, yaitu: Pertama, perjalanan wisata menjadi gejala yang bersifat global karena menjangkau daerah-daerah terpencil dan terisolir; sebelum dan sesudah Perang Dunia II kegiatan perjalanan wisata mengalami perubahan secara signifikan. Pariwisata bahari tetap sebagai daya tarik penting, dimana pada awalnya berkembang di daerah sekitar laut tengah, kemudian pariwisata pantai berkembang ke seluruh dunia, misalnya laut Karibia, Lautan Teduh, Pantai Maroko sekitar Teluk Siam sampai di Bali.

Kedua, berkembangnya industri di barat dan diakuinya hak-hak buruh yang dijamin dan dilindungi undang-undang sudah memberikan peningkatan kesejahteraan hidup buruh; penghasilan berupa gaji yang diterima cukup besar, sehingga pegawai lapisan bawah sudah bisa merencanakan dan melakukan perjalanan wisata. Misalnya, cukup banyak kelompok supir, juru ketik, tukang kebun bisa melakukan perjalanan wisata ke daerah tujuan wisata mancanegara. Pada fase ini, pariwisata tidak lagi representatif dengan kegiatan kelas elit kapital. Ketiga, perjalanan wisata yang berkembang pesat di negara-negara industri majuberhasil menjadikan pariwisata sebagai kebutuhan baru bagi masyarakat. Tingkat kebutuhan akan perjalanan wisata menjadi kebutuhan sekunder untuk kelas buruh, bahkan relatif sama dengan kebutuhan primer untuk kelas elit kapital. Oleh karena itu, para pengusaha jasa biro perjalanan wisata yang sudah berhasil mengembangkan paket layanan yang mudah dan terjangkau bagi para calon wisatawan sangat laris. Persaingan dari penjualan paket wisata ini pun tidak bisa dihindarkan. Walaupun tidak ketat, dampak sosial yang ditimbulkan dari kegiatan kepariwisataan berimbas meluas ke beberapa kelompok sosial.

Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.

Kata kunci: Konsultan pariwisata, kajian pariwisata, RIPPARDA, Bisnis Plan.

Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

14 − 11 =

Latest Comments