Kajian Pengembangan Daya Tarik Wisata (DTW) Lava Tour

Pengembangan Daya Tarik Wisata (DTW) lava tour harus disesuaikan dengan potensi dan kondisi alamnya, agar pengembangan yang dilakukan tidak memaksa dan merusak lingkungan. Pengembangan wisata yang dibebankan kepada SKPD menurut (PERDA DIY, 2012), tidak dibarengi dengan kebijakan pemerintah tentang pengawasan penataan wilayah terhadap investor yang masuk. Bentuk peraturan yang berlaku dan tidak tertulis pada DTW Lava tour, yaitu tidak boleh mempunyai jasa wisata lebih dari satu (Badriyono, 2016) (berdasarkan hasil wawancara Ketua RW). Sehingga satu individu (warga) maupun satu investor hanya memiliki satu jenis jasa wisata dan memberikan peluang bagi yang lain. Hal ini cukup efektif dalam segi pengendalian dalam sistem pengelolaan pariwisata pada Lava tour. Namun yang terjadi di lapangan yaitu, terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh investor dengan memiliki tempat penyewaan jasa wisata lebih dari satu.

Kemudahan wisatawan dalam pencapaian lokasi atau aksesibilitas perlu ditunjang seiring dengan kebutuhan dan daya tarik wisata. Gerbang sebagai pintu masuk utama yang menggambarkan obyek wisata perlu disebar pada akses utama masuk DTW lava tour. Terdapat dua akses untuk dapat masuk ke kawasan yaitu dari arah Klaten dan dari arah Yogyakarta. Pertama yaitu akses dari arah Kota Yogyakarta, terdapat akses jalan aspal dan gerbang loket yang selalu dijaga petugas loket. Berbeda dengan akses dari Klaten, yaitu dari arah Kec. Cangkringan masuk ke arah Dsn. Petung yang langsung masuk ke dalam DTW Lava tour, tidak terdapat gerbang, dan loket untuk memasuki kawasan Lava tour.

Penataan dan pengelolaan DTW Lava tour belum dilakukan secara effektif dan berkelanjutan. Terlihat pada persebaran bangunan yang masih linier, dengan persebaran yang tidak merata dan terencana. Seperti persebaran warung pada lava tour masih bersifat linier dan acak, investor dari luar masuk dan membangun spot base camp jasa penyewaan tanpa melalui penataan yang terarah, menjamurnya home stay dan lain sebagainya. Fenomena seperti ini perlu dilakukan penataan kawasan untuk memberikan suasana yang nyaman, kondusif, menambah daya tarik wisata dan menjaganya agar tidak rusak.

Permasalahan lain dalam DTW wisata lava tour adalah kurangnya kualitas visual sebagai lokasi wisata yang lebih memiliki karakter dan menarik perhatian. Selain itu muncul berbagai permasalahan seperti; kualitas visual, keamanan dan kenyamanan, bercampurnya akses pedestrian dengan jalur kendaraan jeep dan motor trail, karakter fisik kawasan, penataan kawasan yang sesuai dengan peraturan, aturan dan fungsi kawasan, diperjelas dari gambar 1.2 dan diperdalam dengan obeservasi wawancara dengan (Badriyono, 2016) sebagai ketua RW dusun Kinahrejo.

Wisata lava tour menjadi salah satu obyek wisata yang layak untuk dikembangkan, karena banyaknya wisatawan yang tertarik dan spot wisata. Mulai dari spot sunset dan spot sunrise, kegiatan ritual setiap tahun baik aspek religi dan kebudayaan, serta kondisi alam yang masih alami yang masuk ke dalam hutan lindung Selain itu hawa pegunungan dan lereng merapi yang sejuk menjadi salah satu alasan wisatawan betah tinggal dan menginap.

Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.

Kata kunci: Konsultan pariwisata, penelitian pariwisata, kajian pariwisata, bisnis plan pariwisata

Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *