Kota Yogyakarta lahir dari rangkaian peristiwa sejarah di masa lampau. Hal itu menjadikan kota Yogyakarta memiliki banyak kisah-kisah sejarah baik mengenai asal-usul nama tempat maupun kisah perjuangan kemerdekaan. Di kawasan Kota Yogyakarta sendiri terdapat jejak peninggalan sejarah masa klasik (Mataram Kuna), Mataram Islam, Kolonial, Pergerakan nasional, dan revolusi. Yang tidak hanya menyajikan cerita sejarahnya saja, melainkan terdapat pula bangunan, tempat, bahkan kawasan yang menjadi saksi bisu terjadinya peristiwa tersebut. monumen atau tetenger dibangun untuk menjadikan penanda bahwa di lokasi tersebut pernah berlangsung sebuah peristiwa penting yang berpengarung bagi Kota Yogyakarta. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan kajian ini adalah sebagai berikut:
- Menginventarisasi monumen dan tetenger penanda bersejarah di Kota Yogyakarta.
- Mendokumentasikan monumen dan tetenger penanda sejarah yang ada di Kota Yogyakarta.
- Menggali latar belakang sejarah didirikannya setiap monumen dan tetenger penanda sejarah tersebut.
Adapun monumen/ tetenger yang berada di kawasan Kemantren Kraton antara lain sebagai berikut:
- Bangsal Sithinggil, berlokasi di Jl. Kemitbumen No. 28/13, Panembahan. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai tetenger. Bangsal ini merupakan tempat pelantikan/penobatan Raja Kasultanan Yogyakarta, dan upacara Pisowanan Agung. Pada tanggal 17 Desember 1949, Presiden Soekarno dilantik menjadi presiden RIS disini.
- Kraton Yogyakarta, berlokasi di Jl. Rotowijayan Blok No. 1, Panembahan. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. bangunan ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Pada tanggal 3 Maret 1949 Jenderal Meyer dan pasukannya masuk ke Keraton sebagai buntut dari tuduhan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono IX membantu TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949. Ada sebuah berita byang mengabarkan bahwa Sri Sultan HB IX menerima Jenderal Meyer di emper Bangsal Kencono, dan dalam catatan buku menyebut pasukan Jenderal Meyer memaksa masuk keraton melalui Kori Danapratapa. Dalam menepis tuduhan tersebut, Sri Sultan menunjukkan suasana kompleks kraton.
- Masjid Margoyuwono, berlokasi di Jl. Langenanstran Lor No. 9, Panembahan. Tetenger ini berbentuk bangunan yang beklasifikasi sebagai landmark. pada saat Yogyakarta menjadi Ibukota RI, Masjid Margoyuwono sering digunakan sebagai tempat ibadah para menteri dan para pembesar yang ada di Yogyakarta.
- Masjid Rotowijayan, berlokasi di Jl. Rotowijayan, Kraton. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. masjid ini dikenal juga dengan Masjid Keben. Pada saat Inggris menyerang Kraton, komandan Inggris Kolonel Galapsy tertembak. Tembakan tersebut berasl dari serambi masjid. Adapun tembakan tersebut melukai bahu kolonel Galapsy. Pada masa pendudukan Belanda, Masjid ini termasuk sebagai basis perjuangan. Dengan semakin ketatnya penjagaan Belanda terhadap Kraton dan situasi yang semakin memanas turut menyebabkan para abdi dalem Suronoto yangmenjaga masjid. Akhirnya Sri Sultan HB IX memberikan dawuh untuk memindahkan tempat pencaosan.
- Monumen Perjuangan Gamel, berlokasi di Jl. Gamelan, Panembahan, Kecamatan Kraton. Tetenger ini berbentuk monumen dan berklasifikasi sebagai tetenger. Monumen ini merupakan bentuk terimakasih kepada Abdi Dalem Gamel yang merupakan pendahulu Kampung Gamelan. Pada 29 Juni 1949 pada pukul 09.30 dikibarkan bendera di warung sate puas tepat di utara dari monumen Gamel. Pada monumen ini juga terdapat relief yang menggambarkan terkait Sri Sultan yang hendak memasuki rumah makan sate puas, penggambaran terjadiny aperundingan, pengibaran bendera oleh beberapa orang, serta satu layar relief lagi yang menggambarkan gotong royong dalam perlawanan.
- Monumen Perjuangan Rumah Makan Sate Puas, berlokasi di Jl. Gamelan Kidul, Panembahan. Tetenger ini berbentuk monumen dan berklasifikasi sebagai tetenger. Pada masa kemerdekaan, bangunan ini digunakan sebagai tempat pertemuan para pejuang RI untuk berkumpul dan menyusun strategi. Pada tanggal 29 Juni 1949 dikibarkan bendera merah putih untuk pertama kali di masa akhir periode pendudukan tentara Belanda di Yogyakarta, di lokasi ini.
- Ngejaman (kediaman GBPH Prabuningrat kakak Sultan HB IX), berlokasi di Jl. Rotowijayan, Kraton. Tetenger ini berbentuk struktur dan berklasifikasi sebagai monumen. Pada tanggal 14 Februari 1949, Sultan HB IX bertemu dengan Komanda Werkhreise III Letkol Soeharto. Dalam pertemuan tersebut membahas rencana serangan besar-besaran kepada tentara Belanda yang menduduki Yogyakarta sejak Agresi Militer II 19 Desember 1948. Serangan ini di kenal dengan Serangan Umum 1 Maret.
- Sirine Plengkung Nirbaya Gading, berlokasi di Jl. Patehan Kidul No. 4, Kecamatan Kraton. Tetenger ini berbentuk benda dan berklasifikasi sebagai tetenger. Tetenger ini berfungsi sebagai alat peringatan dini, sebagai tanda bahaya udara. Dirine pada saat serangan umum 1 Mret menjadi tanda dimulainya serangan oleh TNI dan laskar dalam kota “hantu maut”.
- Tetenger Amanat 03 September 1945, berlokasi di Jl. Rotowijayan Blok No. 1, Panembahan. Tetenger ini berbentuk benda dan berklasifikasi sebagai tetenger. Pada tanggal 05 September, Sultan mengeluarkan amanat posisi Yogyakarta. Pertama, Ngayogyakarta Hadiningrat adalah kerajaan berwujud daerah istimewa RI. Kedua, Sultan adalah kepala daerah Yogyakarta. Ketiga, Sultan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
- Tetenger Piagam Kedudukan Yogyakarta Bagian RI, berlokasi di Jl. Rotowijayan Blok No.1, Panembahan. Tetenger ini berbentuk benda dan berklasifikasi sebagai tetenger. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, mengirim telegram kepada Soekarno dan Hatta di Jakarta yang berisi selamat atas Proklamasi Kemerdekaan RI. Dinyatakan pula dalam telegram bahwa Yogyakarta berdiri di belakang Republik serta Sultan HB IX dan Paku Alam VIII bertanggung jawab kepada Presiden RI. Kemudian pada 19 Agustus surat tersebut dibalas dengan “piagam kedudukan” yang menetapkan Sultan HB IX dan Paku Alam VIII sebagai pemimpin yang memerintah di masing-masing wilayahnya dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
- Serangan Umum q Maret 1949, berlokasi di Jl. Rotowijayan, Kraton. Tetenger ini berbentuk monumen dan berklasifikasi sebagai tetenger. Pada tanggal 13 Februari 1949, Sultan HB IX menanyakan kesanggupan Letkol Suharto untuk mempersiapkan suatu serangan umum dalam waktu dua minggu. Komando gerilya tersebut menyanggupi. Pertemuan hanya berlangsung satu kali dengan rencana serangan umum 1949. Kontak-kontak selanjutnya dilakukan dengan perantara kurir. Melalui kurir, sultan memberitahu Letkol Soeharto pada sore hari 1 Maret bahwa pendudukan Yogya oleh gerilya sudah dianggap cukup.
No responses yet