Kota Yogyakarta lahir dari rangkaian peristiwa sejarah di masa lampau. Hal itu menjadikan kota Yogyakarta memiliki banyak kisah-kisah sejarah baik mengenai asal-usul nama tempat maupun kisah perjuangan kemerdekaan. Di kawasan Kota Yogyakarta sendiri terdapat jejak peninggalan sejarah masa klasik (Mataram Kuna), Mataram Islam, Kolonial, Pergerakan nasional, dan revolusi. Yang tidak hanya menyajikan cerita sejarahnya saja, melainkan terdapat pula bangunan, tempat, bahkan kawasan yang menjadi saksi bisu terjadinya peristiwa tersebut. monumen atau tetenger dibangun untuk menjadikan penanda bahwa di lokasi tersebut pernah berlangsung sebuah peristiwa penting yang berpengarung bagi Kota Yogyakarta. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan kajian ini adalah sebagai berikut:
- Menginventarisasi monumen dan tetenger penanda bersejarah di Kota Yogyakarta.
- Mendokumentasikan monumen dan tetenger penanda sejarah yang ada di Kota Yogyakarta.
- Menggali latar belakang sejarah didirikannya setiap monumen dan tetenger penanda sejarah tersebut.
Adapun monumen/ tetenger yang berada di kawasan Kemantren Pakualaman antara lain sebagai berikut:
- Kantor Oditurat Militer (Gedung Mahmilhub dan Odmil), berlokasi di Jl. Sultan Agung No.28, Pakualaman. Tetenger ini berbrntuk bangunan dan berklasifikasi sebagai Landmark. Pada masa pendudukan Belanda, bangunan ini dijadikan untuk mengawasi Puro Pakualaman dan untuk menjaga kepentingan. Pada tanggal 05 Maret 1942, gedung ini diambil alih oleh Jepang. Pasca Indonesia merdeka, bangunan ini dijadikan Kantor Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilhub) dan Oditoriat Militer (Odmil). Gedung ini juga pernah dijadikan sebagai lokasi pengadilan militer pelaku G 30 S.
- Masjid Puro Pakualaman, berlokasi di Jl. Masjid Sewadanan, Gunungketur. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. Masjid ini dibangun pada tahun 1850 M. Di dalam masjid terdapat 4 prasasti, 2 berupa huduf arab dan 2 berupa huruf jawa. Melalui 4 prasasti tersebut diketahui bahwa asjid ini dibangun Paku Alam II yang berkuasa pada 1829-1858. Dalam pembangunannya, dibantu Patih Raden Riya Natareja dan Mas Penghulu Mustahal Hasranim.
- Museum Sasmita Loka Panglima Besar Jenderal Soedirman, berlokasi di Jl. Bintaran Wetan No. 3. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. Pasca Indonesia merdeka, gedung ini digunakan sebagai Markas Kompi “Tukul” Batalyon Letkol Soeharto selama 3 bulan.pada tanggal 18 Desember 1945-19 Desember 1948, gedung ini digunakan sebagai kediaman resmi Jenderal Soedirman setelah dilantik menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat. Pada masa Agresi Militer Belanda II, digunakan sebagai Markas “Informatie Geheimen Brigade T” tentara Belanda. Pasca pengakuan kedaulatan RI pada 27 Desember 1949, gedung ini digunakan sebagai markas Komando Militer Kota Yogyakarta, Asrama Resimen Infanter XII dan Penderita Cacat.
- Dalem Suryaningprangan, berlokasi di Jl. Masjid No 7, Purwokinanti. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. Pada masa Agresi Militer Belanda II, Dalem Suryaningprangan dijadikan markas tentara Peta dalam gerilya di Kota Yogyakarta. Pada masa pendudukan Jepang, digunakansebagai tempat menyimpan senjata dan dapur pasukan.
- Pura Pakualaman, berlokasi di Jl. Masjid No.46, Gunungketur. Tetenger ini berbentuk bangunan dan beklasifikasi sebagai landmark. Pada tanggal 17 Maret 1813 Pangeran Notokusumo diangkat menjadi Adipati dengan wilayah kekuasaan meliputi 4000 cacah, mencakup kawasan sekitar istana dan di luar kota (Kabupaten Adikarto). Pada tanggal 05 September selain Sultan HB IX, Paku Alam VIII juga mengeluarkan pernyataan mengenai posisi Yogyakarta, tertuang pada tetenger Amanat 05 September. Pada saat Gedung Agung atau Istana Negara sedang direnovasi.
- Runah Indische Kemayoran, berlokasi di Jl. Sultan Agung No. 65, Gunungketur. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. Pada masa pendudukan Belanda, bangunan ini digunakan sebagai markas keamanan Belanda. Keamanan Belanda ini bertugas mengawasi gerak-gerik Keraton Yogyakarta yang tidak memihak Ke Belanda. Dalam tugasnya, pasukan Belanda menggunakan andong sebagai transportasi.
- Tetenger Peristiwa Penyerangan Kotabaru di Purwokinanti, berlokasi di Jl. Jagalan-Beji, Purwokinanti. Tetenger ini berbentuk struktur dan berklasifikasi sebagai monumen. Pada 7 Oktober 1945 terjadi peristiwa penyerangan markas Jepang di Kotabaru. Tentara jepang menolak untuk menyerahkan senjata ke Kotabaru, maka pada tanggal itu terjadi penyerangan laskar dan pemuda menyerang markas itu. Sebanyak 21 orang gugur dalam peristiwa ini. selain di Kotabaru, diPurwokinanti juga didirikan tetenger untuk memperingati peristiwa itu.
No responses yet