Pada masa kolonial ini gelombang kedua kedatangan Wong Kalang di Kotagede pada akhir abad XVIII terjadi. Mereka datang ke Kotagede untuk membuka dan membesarkan usahanya. Pada waktu perang besar yang disebut Perang Diponegoro (1825-1830), wilayah Kotagede aman, sehingga Kotagede tetap sebagai pusat perdagangan dan perekonomian yang penting, bahkan menjadi pusat pembuatan senjata.
Pada abad XIX ini, Wong Kalang mempunyai kedudukan yang penting dalam perekonomian Kotagede secara khusus. Mereka pada waktu itu bertempat tinggal di wilayah Tegalgendu. Mereka menguasai perdagangan berbagai komoditi serta jasa seperti transportasi dan pegadaian. Keluarga Mulyosuwarno mendapat hak mengelola rumah gadai, meskipun rumah gadai ditutup pada awal abad XX. Hak ini diterima dari Kraton Surakarta yang tetap mempertahankan lembaga pegadaian di wilayahnya, termasuk yang di Kotagede. Keluarga Mulyosuwarno terus membeli hak mengelola rumah gadai hingga berjumlah sebelas dan pengelolaannya dititipkan kepada kerabat-kerabatnya. Pelanggan terbesarnya adalah keluarga ningrat sehingga perusahaan mereka benar-benar mirip sebuah bank swasta yang sukses.
Prawiro Suwarno, atau biasa disebut Tembong merupakan salah satu keluarga Kalang di Kotagede yang berhasil menjadi sangat kaya raya, tatkala di tanah Jawa belum ada bank milik pemerintah kolonial seperti De Javasche Bank dan Es Comto, dia sudah memiliki beberapa usaha pegadaian yang diberi nama: Pegadaian Jawa.
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470.
No responses yet