Membaca Realitas orang Malind dalam Paradigma Ethnodevelopment

orang malind

Kebijakan Merauke Integrated Food and Energy Estate yang dilaksanakan di wilayah hidup orang Malind di Kampung Zanegi adalah wujud nyata dari paradigma pembangunan konvensional yang akan berujung pada etnosida. Solusi untuk ketahanan pangan dan energi dunia, bukanlah sebuah konsep pembangunan yang dipahami oleh orang Malind. Pengusahaan HTI yang dilakukan Medco sama sekali tidak sensitif pada kebutuhan suku Malind sebagai masyarakat peramu yang sangat bergantung pada hutan. Prinsip ethnodevelopment dimana masyarakat seharusnya diberi hak untuk mengetahui dan ikut menentukan pembangunan yang dilakukan di wilayahnya, sama sekali tidak terjadi. ‘Pembangunan kampung’ yang diharapkan orang Malind diantaranya melalui kesempatan untuk bekerja di perusahaan yang masuk ke wilayah mereka, hanya menyisakan tipu muslihat yang menyengsarakan. Prinsip free, prior, informed dan consent, tidak dilaksanakan oleh agen pembangunan yang masuk baik pemerintah maupun perusahaan.

Orang Malind di Kampung Zanegi tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan di wilayah mereka. Kebutuhan mereka sama sekali tidak diperhatikan. Masyarakat kehilangan segala-galanya, baik tanah, hutan maupun masa depannya. Dalam konteks ethnodevelopment, seharusnya dipahami kebutuhan masyarakat atau kelompok etnik dimana proses intervensi pembangunan itu akan dilakukan. Jika mandat ethnodevelopment dilaksanakan, seharusnya dipahami bahwa suku malind di Kampung Zanegi adalah masyarakat peramu yang sudah mengalami keterasingan dari berbagai perkembangan yang sudah dan sedang terjadi. Yang dibutuhkan oleh mereka adalah kelestarian hutan dan pengembangan kemampuan diri baik melalui sekolah, jaringan kerja yang baik dan teratur maupun pergaulan yang luas. Dalam konteks inilah keberpihakan yang berkeadilan diperlukan.

Pada orang Malind yang terjadi adalah sebaliknya, kebebasan mereka terampas. Penindasan terjadi melalui penyingkiran masyarakat dari proses pembangunan yang sedang berjalan. Hak orang Malind untuk hidup di wilayah tempat tinggalnya, justru dirampas dengan pengambilan tanah-tanah mereka dengan tipu daya dan dukungan personel militer. Sebuah proses penjajahan dan etnosida orang Malind yang mengatasnamakan pembangunan. Kehidupan telah berubah dengan masuknya perusahaan (Medco) yang membabat ribuan hektar hutan di wilayah mereka. Medco ingkar terhadap visi misi mereka yang diawal dipercaya akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat Kampung Zanegi. Orang Malind di Kampung Zanegi yang sudah dijanjikan untuk bekerja di perusahaan,pada kenyataannya hanya dijadikan buruh harian lepas. Hanya sedikit orang Malind di Kampung Zanegi yang bekerja di perusahaan. Sebagian besar pekerja di perusahaan berasal dari wilayah di luar Kampung Zanegi. Suku Malind di Kampung Zanegi disingkirkan karena perusahaan hanya membutuhkan tanah, tidak membutuhkan masyarakat.

Masyarakat Kampung Zanegi dilekatkan sebagai ‘penganggu’ yang harus disingkirkan. Kesengsaraan besar bagi para pemilik tanah tidak bisa dihindarkan. Tertipu dengan janji-janji manis adalah bagian dari sebuah kenyataan yang tidak mungkin dikembalikan hanya melalui sebuah penyesalan. Perusahaan dengan perlindungan militer, melakukan proyek pembangunan dengan sewenang-wenang. Konflik yang terjadi dengan masyarakat tidak pernah diupayakan dengan mediasi yang berimbang. Masyarakat takut kepada perusahaan yang dilindungi oleh personel militer.

Baca juga: Identitas dan Representasi Tradisi Pukul Sapu di Negeri Mamala dan Morella melalui Kajian Budaya

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eleven + 2 =

Latest Comments