Menelusuri Jejak Kuliner Tembayat dalam Serat Centhini

Serat centhini merupakan salah satu serat atau catatan kuno asli Nusantara yang lengkap menyebut tentang dunia kuliner. Serat centhini mengisahkan perjalanan beberapa orang yang singgah di beberapa Pulau Jawa, diantaranya putra-putri Sunan Giri yakni Jayengresmi, Jayengraga/Jayengsari, dan Ken Rancangkapti dan juga perjalanan seorang anak ulama di Sokayasa (Ki Akhadiyat) bernama Cebolang.

Serat centhini merupakan yasan (prakarsa atau atas perintah) Sinuhun Susuhunan Pakubuwana V saat masih menjadi putra mahkota. Penulisan serat ini ditandai dengan menggunakan sengkalan yaitu paksa suci sabda ji yang menunjukkan angka tahun 1742 Jawa atau 1814 M. Ada juga pendapat lain menuliskan bahwa serat centhini dibuat pada  tahun 1811 Masehi dengan sengkalan atau angka tahun berbunyi tata guna sraweng nata.

Tembayat berasal dari kata patembayatan yang berarti musyawarah dan gotong royong. Patembayatan merupakan julukan dari Sunan Kali Jaga untuk Sunan Pandanaran. Bayat merupakan sebuah pusat keagamaan yang dihormati oleh para Raja di Jawa kala itu. Bahkan sampai saat ini, makamnya masih ramai diziarahi masyarakat luas, termasuk yang memiliki hajat dalam urusan kekuasaan.

Terdapat beberapa kuliner yang berkaitan dengan Tembayat. Dalam serat centhini disampaikan semua makanan/masakan/minuman/jamu yang ada di Tembayat. makanan yang disebutkan antara lain:

  1. Nahan dennya pinarak wit enjing, tekeng wanci manjering baskara, gumrenggeng dhredheg bedhuge, pangran ngandikeng wadu, heh cah wadon ladekna aglis, dhahar saananira, kang kinen wus mundur, prapta ambekta rampadan, dyan tianta liwet lemes akas gurih, golong tumpeng megana.

    Padha 40 adalah nasi liwet lemes akas gurih, golongtumpeng megana (merupakan nasi liwet yang gurih yang digunakan untuk membuat tumpeng). Bayangan yang bisa digambarkan dari bait tersebut bahwa ada dua bentuk nasi, pertama tumpeng yang berbentuk runcing seperti nasi ulang tahun (sebagai bentuk rasa syukur atau luapan kegembiraan) dan kedua golong yang berbentuk mangkok terbalik (sarana  untuk mengirimkan doa kepada para leluhur).

  1. Jangan menir pecel ulur pitik, brambang kunci sambel sinantenan, brambang jae santen tempe, cupang sambele jagung, dhedhakohan sambel-kemiri, asem sambel lethokan, plapah sambel-kukus, untub-untub sambel-brambang. Loncom jenggot bobor bubuk-dhele jemprit, bence sambel kaluwak. (pupuh dhandanggula, padha 41)

    Padha 41 menyampaikan aneka sambal dan sayuran yang ada di Tembayat. sambal diberi santan kemungkinan “Jangan Lombok” yang menjadi menu wajib kenduri maupun hajatan. Sedangkan brambang jahe santan tempe kemungkinan sat ini dinamakan “Sayur Lethok” atau “Sambal Tumpang”. Dalam serat inilah kata tempe muncul dan menjadi patokan para ahli dalam menentukan dan klain atas rempe sebagai keanekaragaman kuliner Nusantara. Menu selanjutnya cupang sambal jagung, sheshakohan sambal kemiri, asam sambal lenthok, plapah sambal kukus, untub-untub sambal brambang, sayur oncom jenggot, sayur bobor bubuk kedelai jempit, bance sambel kaluwak. Kuliner ini sudah tisdak ditemukan lagi di Tembayat.

  1. Padhamara kranggeyan Bok-jemprit, lodhah-pindhang telya sambel-bawangg, gudheg sambel-goreng cuwer, lumbu sambel-cempaluk, sambel-jerampecel myang manggis, bubuk wihijen kacang, dhele sambel-windu, uyah-goreng bumbu-pala, sambel-gocek sambel jae sambel-kunci, sambel-cabe ijem bangi(pupuh dhandanggula, padha 42).

    Padha 42 ini membahas kuliner: sayur lodoh pindang telya sambal bawang, gudeg sambal goreng cuwer, daun lumbu sambal cempaluk. Menu-menu kuliner yang ada di padha 42 ini hampir semua tak diketahui keberadaannya. Dulu sekitaran kemerdekaan, saun lumbu dan daun-daun tak lazim untuk saat ini masih sering dimanfaatkan untuk sayuran, tapi sekarang sudah jarang dipakai untuk bahan masakan, bahkan sudah tidak banyak yang mengetahui apa itu daunlumbu.

  1. Pecel-kacang iso kembang turi, dewa-daru lembayung thokolan, ingkung jlegor ren cangkringe, gudhang temu pah gendruk, ronning kencur tarantang rinih, boros gundhanwewehan, nyemok gundhang-ebung, pencok susu diyeng mudha, cabuk gembrot bebothokira semayi, gadhonne kendho urang (pupuh dhandanggula, padha 43)

    Padha 43 banyak menyebut tentang masakan model urapan dan aneka lauk-pauk. Dimulai dari pecel kacang hijau, bunga turi, dewa daru lembayung kecambah, ingkung jlegor ren cangkrinf, urapan temu poh gendruk, ranting kencur tarantang riris, boros gundha wewehan, nyemok urapan rebung, pecok suru diyeng muda, cabuk gembrot bothoknya, lalu camilannya kendho udang. Menu kuliner di padha 43 ini sebagian besar terasa asing dan tidak terdengar lagi.
  1. Bongko pelas garangasem-pitik, asem-asem entun kapri brambang, sundel-lemen sekar-tungkeng, bebubus ayung-ayung, gecok setup tomis mawarni, kuluben ceme mudha, acar pondhoh timun, lombok jemprit brambang bawang, lelalaban kekecambah gudhe kemangi, myang ulam warna-warna. (pupuh dhandanggula, padha 44)

    Padha 44 menyebutkan nama kuliner bongko pelas garang asem ayam, asem-asem entun kapri brambang, sundel lemen, bebubus anyung-anyung, gecko setup tumis mawarni, kuluban gambas muda, acar pondoh timun, lombok jemprit brambang bawang, lalapan kecambah gudhe kemangi dan berbagai macam ikan. Kuliner pada padha ini sebagian sudah tidak terdengar di masyarakat Bayat saat ini.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 + twelve =

Latest Comments