Kepatihan terletak di tepi jalan Maliabara. Kepatihan menjadi simbol dari godaan akan jabatan dan kekuasaan dalam siklus hidup manusia untuk mencapai kesempurnaan dan kemuliaan. Jalan Margamulya (Tahap perjalanan ketiga yang harus dilalui manusia) Jalan ini dimulai dari perempatan Toko Batik Terang Bulan sampai titik 0 km (perempatan kantor pos besar). Kata Margamulya berasal dari kata marga Pos Besar sekarang. Kata gladhag, digladhag, artinya ditarik paksa, dibuang, atau diusir keluar. Pada jaman dulu tempat ini untuk mengusir orang yang dihukum raja karena perbuatannya supaya keluar dari kraton.
Dalam konteks filosofis paraning dumadi, gladhag bermakna bahwa manusia harus mampu membuang segala sifat buruk, jahat, godaan duniawi. Makna gladhag secara simbolis adalah pengendalian hawa nafsu, karena binatang buruan dari hutan simbol hawa nafsu manusia yang harus dikendalikan dengan baik, bijaksana, serta mengedepankan rendah hati dan menerima segala pemberian Tuhan dengan rasa syukur, agar bisa menyebarluaskan demi kemaslahatan hidup bersama dan layak menuju alam keabadian. Kepatihan merupakan salah satu kelengkapan keraton yang dibangun bersamaan dgn pendirian keraton, tempat tinggal dan kantor Pepatih Dalem Kanjeng Raden Arya Adipati Danureja, sehingga tempat ini dikenal dengan nama: Kepatihan Danurejan. Setiap patih yang dilantik bergelar: Danureja, sehingga nama-nama patih mjd: Danureja I, Danureja II, dst. Danureja terakhir: Pangeran Aryo Adipati Danureja VIII dipensiunkan oleh Sultan HB IX karena usianya sudah lanjut. Sejak saat itu, Kraton Yogyakarta tak pernah lagi mengangkat patih.
Daerah Istimewa Yogyakarta, dikatakan istimewa karena Dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan DIY, disebutkan bahwa Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur DIY dan KGPAA Paku Alam X sebagai Wakil Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidak dipilih melalui pemilihan langsung seperti provinsi lain. UU itu menyatakan Gubernur diisi oleh Raja dari Keraton Yogyakarta yang bergelar Sultan Hamengkubuwono, sedangkan Wakilnya diisi oleh Adipati Kadipaten Pakualaman yang bergelar Adipati Paku Alam. Maka dari itu DIY. Selain dari segi otonomi daerah, Yogyakarta memiliki keistimewaan lain berupa kota dengan banyak warisan budaya dan bangunan bersejarah. Pendapa atau bangunan inti Bangsal Kepatihan sejak dulu hingga sekarang digunakan sebagai tempat perayaan pernikahan putra-putri Sultan setelah menjalani upacara panggih di keraton. Selain itu, berbagai acara resmi dan perjamuan oleh Gubernur DIY maupun Wakil Gubernur DIY juga digelar di tempat ini. Semua bangsal di keraton merupakan bangunan yang tertata rapi, hal ini bertujuan untuk menciptakan sebuah kehidupan yang seimbang dalam keraton Yogyakarta.
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470
No responses yet