Wong Kalang di Kotagede pada masa sekarang keberadaannya sudah tidak begitu terlihat. Mereka sudah membaur dengan masyarakat pada umumnya, meskipun di beberapa wilayah mereka masih memegang teguh adat tradisinya. Wong Kalang meskipun hidup membaur dengan etnis Jawa, memiliki warna kulit sama, cara berpakaian sama, dan bahasa yang digunakan pun sama, namun mereka memiliki perbedaan dari sisi kebudayaan secara umum. Keberadaan Wong Kalang di Kotagede bisa dirunut dari cerita tutur yang berkembang di masyarakat. Kisah keberadaan Wong Kalang di Kotagede bermula pada saat Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 – 1645) Raja Kasultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613 -1645 membangun Kraton Pleret dan Kerto. Sultan Agung mendatangkan Joko Sasono, seorang ahli ukir yang terkenal dari Bali. Joko Sasono ini menjalin hubungan dengan Puteri Ambar Lurung, saudara perempuan dari Sultan Agung. Versi lain mengatakan bahwa ahli ukir tersebut bernama Joko Sona dan Ambar Lurung adalah selir atau Puteri Sultan Agung.
Peran Wong Kalang dalam Keistimewaan Yogyakarta dimana meliputi tiga hal yaitu istimewa dalam hal sejarah pembukaan pemerintahan daerah istimewa, istimewa dalam hal bentuk pemerintahan, istimea dalam hal kepala pemerintahan. Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam kontrak politik.
Pada saat Belanda kembali ke Indonesia 1948 dengan membonceng sekutu, pemerintahan Soekarno untuk sementara pindah ke Yogyakarta. Sri Sultan HB IX bersedia memberikan perlindungan dan dukungan dana kepada pemerintah yang waktu itu masih miskin dan lemah. Menurut cerita, Presiden Soekarno minta bantuan Kraton untuk membantu gaji Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri. Kraton minta bantuan kepada keluarga Kalang yaitu Hj. Noerijah di Kotagede. Oleh Hj. Noerijah kemudian dikirimkan 1 brankas berisi uang yang dibawa dengan gerobag sapi ke Kraton. Pada waktu itu Presiden tinggal di Gedung Agung sedang para menteri di Sagan, Kotabaru, dan Taman Yuwono. Kantor pemerintahan di Kepatihan Danurejan. Para menteri menggunakan kendaraan sepeda merk Releigh. Dari situlah nampak sekali peran Wong Kalang dalam membantu tegaknya pemerintah NKRI. Tanpa bantuan dari Wong Kalang tersebut tentunya Kraton tidak akan mampu membantu seluruh kebutuhan dana NKRI yang sangat besar pada saat itu. Apalagi akibat perang, situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil, karena merupakan masa transisi dan negara juga bisa dikatakan “baru lahir.” Kemungkinan jika tidak ada bantuan dana dari Wong Kalang kepada pemerintah Soekarno melalui Kraton Yogyakarta, keberadaan pemerintahan NKRI sulit bertahan.
Namun jika dirunut jauh ke masa-masa awal, sebelum terbentuk Negara Indonesia yang merdeka tahun 1945, peran Wong Kalang cukup besar. Pada masa Sultan Agung Raja Kerajaan Mataram Islam sebagai cikal bakal Kasultanan Yogyakarta, Wong Kalang sudah berperan dalam penyerbuan Sultan Agung ke Batavia. Mereka menjadi bagian prajurit infantri yang menjadi pasukan tangguh. Kemudian pada masa Perang Diponegoro (1825-1830), Wong Kalang juga terlibat aktif dalam memasok senjata bagi pasukan Diponegoro, karena pada masa itu wilayah Kotagede aman, sehingga Kotagede tetap sebagai pusat perdagangan dan perekonomian yang penting, bahkan menjadi pusat pembuatan senjata.
No responses yet