Konsep makan sehat adalah empat sehat lima sempurna. Wujud dari menu itu adalah nasi, sayur, lauk, buah dan susu. Pemenuhan menu empat sehat sehat lima sempurna kemudian berkembang dengan pemenuhan kebutuhan manusia akan gizi seimbang. Semakin maju peradaban manusia maka akan semakin baik pula standar kebutuhan akan menu makan.
Hal tersebut terjadi sejak nenek moyang kita dalam kehidupan budaya yang masih sederhana hingga modern saat ini. Jenis makanan yang dikonsumsi pun akan berubah dengan sendirinya sejalan dengan perubahan suatu masa kehidupan manusia. Kelestarian kehidupan suatu komunitas atau masyarakat disejajarkan dengan cadangan makanan di tempat masyarakat itu tinggal, tempatnya menegakkan apa yang dinamakan ‘peradaban’. Ada yang memilih bertanam (pribumi). Ada yang memilih berpindah (nomad), yang kelak di kemudian waktu menjulangkan apa yang disebut koloni (sasi). Bahkan, di masa yang katanya pos- kolonial sekarang, agresi terhadap ‘sumber-makanan’ masih kenthel tampak di banyak wilayah, menguatkan apa yang terkenal dengan istilah neo-koloni(alisasi): investasi. Yang semangatnya bahkan menelusup di dalam nalar pribumi: wangsa yang secara turun – temurun menetap di suatu wilayah.
Perkembangan kuliner jangan lombok ijo saat ini sudah menjadi ciri khas menu makanan tradisional khususnya di daerah Gunungkidul. Pada zaman dahulu, jangan lombok ijo ini jadi makanan pokok masyarakat Gunungkidul. Keistimewaan jangan lombok ijo ini cocok dapat dinikmati dengan nasi merah atau sega abang dengan pelengkap menu makan lainnya, yaitu sayur daun pepaya, empal daging sapi, iso babat, ikan wader (ikan kecil – kecil), ayam goreng kampung, transam maupun brongkos kulit mlinjo
Berbagai jenis makanan yang dikonsumsi suatu keluarga atau kelompok mau tak mau menyesuaikan dengan kondisi lingkungan tinggalnya. Dan suatu kelompok hidup berganti masa. Budaya makanan terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, makanan olahan pendamping makanan pokok, juga sayuran. Jangan lombok ijo yang tumbuh dengan baik di Kabupaten Gunungkidul pada masanya menjadi penopang makanan pokok. Dalam perkembangannya, ternyata jangan lombok ijo menjadi pilihan bagi komunitas tertentu untuk bernostalgia dengan makanan tradisional. Selain itu, juga sebagai pola makan kembali ke alam, artinya mengkonsumsi makanan hasil olahan alam secara alami.
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat. Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di 081232999470.
No responses yet