Permainan Tradisional Gerit-Gerit Kabupaten Gunungkidul

Penelitian Pariwisata – Potensi budaya yang terdapat di Gunungkidul perlu diketahui oleh masyarakat luas. Salah satu jenis karya budaya berupa permainan tradisional yang terdapat di Gunungkidul, tepatnya di Kelurahan Pundungsari, Kapanewon Semin yaitu Geret-Gerit Lancung. Bentuk permainan tradisional Gerit-Gerit Lancung yang berada di Kelurahan Pundungsari, Kapanewon Semin dapat dikatakan sebuah permainan yang sangat sederhana. Awal mula permainan Gerit-Gerit Lancung itu selalu dimainkan oleh ibu-ibu pada waktu malam hari ketika para suami mereka meninggalkan rumah untuk bermain judi. Menurut narasumber, kebiasaan bermain judi di Pundungsari cukup marak antara tahun 1960-1970. Permainan tradisional Gerit-Gerit Lncung merupakan bentuk responsif masyarakat, terutama kaum perempuan, terhadap situasi pada saat itu. Mereka menghibur diri bersama-sama sambil ngobrol, karena senasib ditinggalkan suami bermain judi. Untuk lebih menyemarakkan suasana, mereka kemudian membuat suatu permainan sebagai bentuk sindiran kepada para suami. Maka terciptalah sebuah permainan yang disebut Gerit-Gerit Lancung lengkap dengan syair lagu yang mengiringinya.Setelah tahun 1970-an ke atas, situasi Kelurahan mulai membaik,perjudian semakin berkurang dan para suami mulai banyak yang menyadari bahwa bermain judi itu sebagai perbuatan yang tidak baik dan merugikan keluarga. Para suami kemudian mulai rajin bekerja sebagai petani yang sering mereka tinggalkan, dan itu merupakani bentuk tanggung jawab dalam menghidupi keluarga. Pada akhirnya permainan Gerit-Gerit Lancung pun mulai dilupakan oleh ibu-ibu karena ibu-ibu pun mulai sibuk mengurus hasil panen mereka. Pada tahun 2018, barulah permainan tradisional Gerit-Gerit Lancung diperkenalkan kembali kepada masyarakat yang diprakasai oleh Taman Budaya Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul dengan melaksanakan kegiatan revitalisasi bertajuk “Revitalisasi Seni Tradisi Gerit-Gerit Lancung”.

Bermain memiliki manfaat dan fungsi yang sangat penting, diantaranya yaitu: Untuk menghibur diri, Dapat menumbuhkan kreativitas, dapat membentuk kepribadian atau karakter. Permainan tradisional mempunyai beberapa kelebihan, antara lain tidak banyak mengeluarkan biaya dan dapat memanfaatkan benda di sekitar lingkungan. Apalagi permainan tradisional itu merupakan bentuk permainan yang belum 56 tersentuh oleh teknologi modern. Oleh karena itu James Danandjaja (1994: 1) menyebut pemainan tradisional sebagai salah satu jenis folklore. Folklore adalah kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi secara lisan kepada kelompok masyarakat tertentu dan tidak lagi diketahui siapa penciptanya. Seperti halnya permainan Gerit-Gerit Lancung yang berada di Dukuh Sedono, Kelurahan Pundungsari, Kecamatan Semin, Gunungkidul, juga menggunakan peralatan yang sederhana. Satu-satunya peralatan yang dipakai dalam permainan Gerit-Gerit lancung adalah sebuah batu kecil atau kerikil. Menurut narasumber, permainan tradisional atau mereka sering menyebutnya sebagai dolanan Gerit-Gerit Lancung telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Namun sudah lama tidak dimainkan, sehingga generasi sekarang tidak banyak yang mengenalnya.

Baca Juga : Induk Pengembangan Objek Wisata Waduk Tempuran Tahun 2015

Dolanan Gerit-Gerit Lancung mulai dikenal kembali oleh masyarakat Kelurahan Pundungsari, khususnya Dukuh Sedono ketika seorang sesepuh Kalurahan bernama Mbah Tumi bercerita kepada orang-orang yang tengah mengadakan latihan seni di Sanggar Sekar Cempaka Mulya. Dikatakan oleh Mbah Tumi, bahwa mbah-mbahnya dulu juga punya dolanan bernama Gerit-gerit Lancung. Kalau dihitung dari pengakuan Mbah Tumi itu, maka dapat ditafsirkan, bahwa dolanan Gerit-Gerit Lancung telah berlangsung lebih dari 5 (lima) generasi dari sekarang.

Hal itu dapat disimak dari 2 (dua) syair lagu yang menyertai dolanan Gerit-Gerit Lancung itu. Lagu pertama, sebagai berikut.

Gerit-gerit lancung, Sedalu dalu lancung, Sudhak grompyong, Sudhak grompyong, Si grompyong tembe parane, Parane mangetan kana, Enggok sempal gerojogan, Sapa nggawa iku mau, Sing nggawa mesema ngguyu, Ditakoni ora ngaku, Melerok kaya satruku, Sir-sir pong dele kopong, Kocak-kacik sisil nguwong.

Tembang tersebut judulnya sama dengan nama permainannya, yaitu Gerit-Gerit Lanca. Adapun makna dari lagu itu, kurang lebih sebagai berikut. Para isteri ditinggal suami pergi bermain judi, melewati pintu dengan cara membuka daun pintu secara sembunyi-sembunyi hingga menimbulkan suara derit pintu. Sedaludalu langsung arinya semalam suntuk. Sudhak grombyong artinya setiap keluarga pasti mempunyai barang berharga, seperti emas, uang, dan lain-lain. Semua harta benda itu dibawa oleh suami sebagai modal bermain judi. Adapun syair lagu yang kedua, sebagai berikut.

Mbok Muji entuk sekenthung, Tak ledhung sakota kate wana, Bayem raja donya, Londer kelutana, Seblakana kelutana ndomble, Kacang kawak temu kene, Rong-erong dudu sanak dudu kadang, Yen mati melu kelangan, Cara nggantung gunung.

Disebutkan dalam kedua syair lagu di atas, bahwa yen kalah ndomble, yen menang entuk sekenthung, ditekoki ora ngaku, melerok kaya satruku. Itu artinya, bahwa seorang suami yang kalah main judi apabila pulang ke rumah dan ditanya oleh isterinya, maka suami akan bersikap diam saja atau hanya melirik saja. Namun apabila menang judi, suami kelihatan gembira karena mendapatkan hasil judi yang banyak. Selanjutnya syair dudu sanak dudu kadang, nek mati melu kelangan, cara nggantung nggunung, artinya meskipun seorang suami itu sebenarnya bukan saudara (sanak kadang), namun apabila meninggal dunia, maka isterinya akan ikut merasa kehilangan.

Dalam suatu permainan tradisional, terdapat nilai-nilai yang menyertainya, diantaranya yaitu : Nilai kesenangan atau kegemberiaan, Nilai kebebasan, Rasa berteman, Nilai demokrasi, Nilai kepemimpinan, Rasa tanggung jawab, Rasa tanggung jawab, Nilai kepatuhan, Nilai kejujuran dan sportivitas, Melatih kecakapan berpikir, nilai Pendidikan. Apabila dilihat dari nilai-nilai yang ada dalam permainan tradisional, maka dolanan Gerit-Gerit Lancung juga mengandung nilai-nilai tertentu. Yang paling jelas adalah nilai demokrasi atau musyawarah. Hal itu terlihat ketika para pemain Gerit-Gerit Lancung menentukan seorang “penjaga” dengan cara hompimpah atau dengan cara bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Selain nilai demokrasi, dalam permainan Gerit-Gerit Lancung juga terdapat nilai kebebasan. Hal itu terlihat ketika, salah seorang dari pemain GeritGerit Lancung menjalani hukuman karena gagal menebak pembawa batu kecil. Pemain yang mendapat hukuman itu bebas memilih hukumannya, boleh bernyanyi, berjoget, atau bernyanyi sambil berjoget, dan sebagainya. Semua itu dilakukan dengan cara gembira, ikhlas, tanpa paksaan.

Bagaimana upaya pelestariannya? permainan tradisional saat ini hampir terpinggirkan dan tergantikan dengan permainan modern, dengan alat yang serba modern pula. Hal itu terutama karena pesatnya perkembangan teknologi yang mendukung dan memproduksi berbagai jenis permainan. Oleh karena itu dilakukan berbagai upaya untuk memperkenalkan permainan tradisional itu kepada gernarasi muda. Upaya tersebut atara lain dilakukan oleh Taman Budaya Yogyakarta bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 9 Mei 2018 mengadakan kegiatan bertajuk “Revitalisasi Seni Permainan Tradisional GeritGerit Lancung”. Kegiatan itu juga melibatkan komunitas kesenian setempat yakni Sekar Cempaka Mulya. Upaya pelestarian permainan tradsional Gerit-Gerit Lancung selanjutnya adalah ketika diadakan Gegoco Festival yang diadakan pada tanggal 24 Agustus 2019 bertampat di Sanggar Sekar Cempaka Mulya, Pundungsari.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eighteen − 18 =

Latest Comments