Di Yogyakarta, kata “kampung” mencakup ide bagi mayoritas penghuni kota yang sering disebut “wong cilik” atau mereka menyebut dirinya sebagai orang kampung. Sebagai orang kampung yang tinggal di kawasan perkotaan dengan ciri ciri tertentu serta tradisi dan kehidupan sosial ekonomi mereka yang membedakan dengan kelompok lain mengindikasikan bahwa dalam kehiduapn sosial perkotaan terdapat berbagai budaya atau sub-budaya urban. Masing-masing dari budaya urban ini menunjukkan dan mempertahankan eksistensinya masing-masing dalam ruang-ruang sosial dan ruang fisik perkotaan, sebagaimana ditunjukkan oleh komunitas kampung urban di Kampung Kauman dan Kampung Prawirotaman di Kota Yogyakarta. Kampung Kauman dan Kampung Prawirotaman memiliki relasi historis dengan perkembangan Keraton Yogyakarta, meskipun keduanya berbeda konteks dan relasi struktur sosialnya. Kedua kampung ini pernah menjadi sentra industri batik terkenal di Yogyakarta. Ke-dua kampung ini memiliki cara yang berbeda dalam merespons perubahan dan pasang surut industri batik. Kampung Kauman, maupun Kampung Prawirotaman, berusaha mengembangkan diri menjadi kampung tujuan pariwisata di Kota Yogyakarta. Kedua kampung ini dapat merepresentasi kampung-kampung di Yogyakarta, khususnya menyangkut sejarah dalam hubungannya dengan kraton, struktur sosial, maupun kontekstualisasi kampung terhadap perubahan eksternal yang terjadi. Sebagai kampung yang berada dalam struktur dan sistem administrasi kota, Kampung Kauman maupun Prawirotaman dapat mereprsentasikan berbagai simbol dan ikon Kota Yogyakarta yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Meskipun Kampung Kauman banyak dikenal sebagai Kampung Islam dan Kampung Muhammadiyah, akan tetapi julukan atau sebutan ini tidak menyurutkan niat beberapa kelompok pemuda di Kampung Kauman menggagas menjadi salah satu kampung destinasi pariwisata (khususnya wisata religi). Wisata Kampung Kauman dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) “Saka Wisata” Kauman dengan pengurusnya warga masyarakat Kauman sendiri. Ada juga “Komunitas Blusukan Kampoeng Jogja.” Kedua kelompok ini menjadikan berbagai bangunan bersejarah “Muhammadiyah” dan berbagai tradisi yang ada di Kauman dan sekitarnya menjadi Objek Daya Tarik Wisata (ODTW). Gagasan ini tidak hanya lahir dari respons warga Kampung Kauman terhadap perkembangan kampung pariwisata di Kota Yogyakarta, akan tetapi juga didorong oleh kebijakan PemerintahKota Yogyakarta untuk mengembangkan daya tarik wisata lainnya yang berbeda dengan apa yang sudah ada sebelumnya. Jika melihat dari potensi yang ada, Kampung Kauman memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata religi karena memiliki berbagai bangunan peninggalan bersejarah yang berkaitan langsung dengan sejarah perkembangan Islam, khususnya perkembangan Muhammadiyah.
Geliat pariwisata di Yogyakarta sepertinya memberikan ruang bagi setiap kampung di Kota Yogyakarta untuk mengembangkan dan membenahi dirinya menjadi kampung tujuan pariwisata. Namun berbeda dengan kampung lainya, Kampung Prawirotaman menjadi salah satu inspiriasi kampung lainnya dalam mengelola pariwisata berbasis kampung secara mandiri. Modal awal yang dimiliki oleh para pengusaha dalam bidang wisata di Kampung Prawirotaman cukup memadai. Rumah-rumah mereka yang luas dan permanen yang dulunya adalah rumah tempat usaha batik sangat memudahkan bagi mereka untuk menyulapnya menjadi penginapan, homestay dan bahkan menjadi hotel. Ketersediaan inilah yang dimanfaatkan oleh warga Kampung Prawirotaman, khususnya trah “Prawirotama” dalam mengembangkan usaha perhotelan dan penginapan. Adapun jumlah fasilitas dan infrastruktur pariwisata berupa hotel dan peng-inapan di Kampung Prawirotaman.
No responses yet