Runtuhnya Popularitas Senjang Di Terusan

Di wilayah Terusan dan Danau Umbat, kesenian senjang juga dikenal dengan sebutan main piul. Penamaan ini mengacu kepada alat musik piul (biola) yang digunakan sebagat alat musik utama dalam kesenian senjang. Hingga pertengahan dekade 1990 kesenian senjang hanya dimainkan dalam aktifitas pelari, yaitu sistem gotong royong untuk mengerjakan sawah atau ladang secara bergiliran. Pada masa itu, memainkan piul di dalam kampung dedenda melaksanakan kenduri dengan menyembelih seekor kambing. Pada zaman dahulu para petani umumnya memiliki sawah yang luas, sehingga saat memasuki masa panen dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Untuk menyiasati kekurangan tenaga kerja, para petani membuat sistem gotong royong secara bergantian. Karena lokasi sawah cukup jauh dari permukiman masyarakat, para pekerja pelari berkumpul pada malam hari sebelum pelaksanaan panen. Untuk mengisi waktu senggang pada malam hari, mereka memainkan kesenian senjang. Hiburan musik ini biasanya dimulai setelah sholat isya dan berakhir sebelum masuk waktu sholat subuh. Pada era 1960an hingga awal 1990an penampilan bepiul dalam acara pelari selalu ramai peserta.

Pada zaman dahulu kesenian senjang hanya menggunakan dua alat musik yaitu biola dan gendang peti. Biola yang digunakan sama seperti biola pada kesenian Melayu pada umumya, namun uniknya seniman senjang di Terusan menggunakan tali pancing sebagai dawai biola. Untuk penggeseknya juga digunakan tali pancing yang paling halus. Untuk menghasilkan suara yang diinginkan tali pancing diasah menggunakan gansal, yaitu getah kayu cengal yang mengeras (seperti damar). Gendang peti dibuat dari papan kayu pulai, kayu kemiri atau jenis-jenis kayu yang ringan dan lembut, yang diketam menjadi tipis dengan ketebalan 10mm. Gendang ini memiliki ukuran tinggi 40 cm, panjang 40 cm dan lebar 20 cm. Lima sisi gendang peti tertutup rapat sedangkan satu sisi ditutup setengah dari tinggi gendang, sehingga terdapat lobang untuk memasukkan tangan pemain ke dalam kotak. Pada bagian dalam kotak dipasang dua buah kawat besi kecil dengan posisi horizontal. Kawat pertama untuk menghasilkan bunyi sedangkan kawat kedua untuk menghasilkan gema. Uniknya gendang ini dapat menghasilkan dua suara sekaligus, yaitu bunyi gendang dan gong yang dihasilkan oleh petikan kawat.

Baca juga: Dinamika Pelestarian Kesenian Senjang di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi

Struktur penampilan kesenian senjang di Terusan berbeda dengan senjang di Musi Banyuasin dan Musi Rawas. Struktur penampilan senjang di Terusan terdiri dari tiga bagian. Pertama, menyanyikan lagu-lagu daerah Jambi. Semua peserta bebas menyanyi secara bergiliran. Lagu-lagu daerah yang biasa dinyanyikan adalah lagu batang hari, serampang laut, becerai kasih, hitam manis, limau purut, selendang mayang, talak tigo dan lagu Melayu Jambi lainnya. Setiap lagu yang dimainkan memiliki gerakan joget yang khas.

Misalnya lagu bercerai kasih dengan gerakan joget bernama sintung balik, yaitu gerakan berjoget mengejar pasangan kemudian berbalik arah menjauhi pasangan dan kemudian mengejar lagi, begitu seterusnya sampai lagu selesai. Untuk menambah kemeriahan, para penyanyi ditemani oleh dua orang tukang tari, yaitu laki-laki yang berdandan seperti perempuan. Saat masih muda ia sering diminta untuk menjadi tukang tari. Saat menjadi tukang tari, Amin memakai baju kebaya, kain panjang, selendang, kacamata hitam dan juga memakai bra yang diisi dengan koran. Untuk menjadi tukang joget Amin diupah 2 pak rokok (waktu itu rokok Havana atau England).

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

11 + 3 =

Latest Comments