Saat ini pariwisata di Indonesia maju pesat, hal ini dapat dilihat dari minat masyarakat baik lokal maupun mancanegara yang gemar melakukan perjalanan wisata. Salah satu hal yang keberadaannya sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu daerah adalah pariwisata. Tujuan dari wisatawan melakukan perjalanan wisata adalah untuk memuaskan hasrat, mengurangi stress dan kepenatan. Dengan melakukan perjalanan wisata dan menikmati makanan khas setempat seperti nasi merah, wisatawan akan menjadi lebih fresh dan tidak stress.
Salah satu jenis wisata yang berkembang pesat dewasa ini adalah wisata kuliner. Kuliner merupakan wisata yang sangat diminati oleh wisatawan sehingga pemajuan kuliner suatu daerah perlu mendapatkan perhatian yang serius. Berkaitan dengan itu, Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu destinasi favorit wisatawan lokal maupun asing saat berkunjung ke Yogyakarta. Dari kelima kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang memiliki kontur geografi yang berbukit – bukit. Wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki tanah yang tandus, dan berbatu kapur. Lahan pertanian yang dimiliki merupakan lahan pertanian tadah hujan. Jenis tanaman padi yang tumbuh dengan baik adalah jenis padi gogo. Padi gogo atau pari gogo ini dapat hidup dengan baik pada lahan kering yang sedikit air, termasuk di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Padi gogo ini menghasikan beras yang berwarna merah.
Dalam sejarahnya, padi gogo merupakan bahan utama pembuatan sega abang. Dinamakan sega abang karena memang warna berasnya adalah merah. Dalam bahasa Jawa sega berarti nasi, abang berarti merah, jadi sega abang artinya nasi merah. Hal itu dikarenakan bahan yang dibuat untuk memuat nasi adalah beras merah sehingga disebut sega abang (nasi merah). Bagi masyarakat kabupaten Gunungkidul, dahulu sega abang merupakan makanan pokok. Hal itu, disebabkan hasil pertanian di wilayah tersebut adalah padi gogo. Tidak ada keterangan mengenai waktu kapan padi gogo mulai ada di Kabupaten Gunungkidul. Namun menurut keterangan Pak Purwanto, padi gogo itu sudah ada sejak jaman dahulu, orang Gungungkidul sudah biasa memakan nasi gogo, karena memang hasil pertaniannya adalah padi gogo. Dalam perkembangannya sekarang, padi gogo mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Hal itu, disebabkan sistem pertanian di wilayah Gunungkidul telah mengalami kemajuan karena padi biasa juga dapat tumbuh dengan baik. Adanya kemajuan pertanian yang demikian itu maka petani memilih menanam padi yang menghasilkan beras putih. Sehingga para petani lebih banyak yang menanam padi menghasilkan beras putih dan padi gogo menjadi lebih sedikit atau sangat berkurang.
Padi gogo yang menghasilkan beras merah itulah yang ketika dimasak akan menjadi sega abang (nasi merah). Oleh sebab itu dalam masyarakat Jawa sebutan sega abang diberikan pada nasi yang berbahan dasar padi gogo atau beras merah.
Sega abang atau nasi merah merupakan makanan khas dari daerah Gunungkidul, Yogyakarta. Sega abang merupakan nasi yang berwarna merah alami. Padi merah varietas segreng merupakan bahan dasar makanan khas wilayah kabupaten Gunungkidul, yaitu nasi merah (“Sega abang Lombok Ijo” = bhs Jawa) (Maharani dan Ari, 2019: 30). Sega abang atau nasi merah merupakan hasil produk pertanian di ladang tadah hujan atau lahan kering karena jenis padi ini mampu tumbuh baik walai kurang air atau tanpa irigasi yang teratur.
Pada kenyataannya, yang dahulu sega abang dianggap sebagai menu maakanan orang pegunungan atau pertanian lahan kering namun saat ini berdasarkan hasil penelitian memiliki nilai kesehatan yang lebih tinggi. Selain memiliki rasa yang khas nasi merah dipercaya memiliki serat tinggi, kaya protein dan kaya akan zat antioksidan juga sehingga baik untuk kesehatan. Nasi merah aman bagi penderita penyakit diabetes karena memiliki kadar gula yang rendah. Selain itu, nasi merah juga banyak mengandung serat, vitamin, dan mineral serta bagus untuk pencernaan.
Sega abang sejak tahun 1926 sudah menjadi kuliner yang khas bagi daerah kabupatEn Gunungkidul. Pada waktu itu Mbah Ta Pawira telah berjualan sega abang dengan mendirikan warung sega abang yang berlokasi di Jirak, Semanu, Kabupaten Gunungkidul. Lokasi berjualan beliau berada dekat dengan sebuah jembatan yang dikenal dengan nama jembatan Jirak atau lebih tepatnya di sebelah selatan jembatan Jirak. Oleh sebab itu duikenal dengan sebutan sega abang Jirak. Pada waktu itu, jembatan Jirak tidak sebaik seperti yang sekarang dan kondisi warung pun tidak semewah seperti sekarang yang telah menurunkan sampai generasi ke empat. Pada waktu itu kondisi warung masih terbuat dari dinding semi permanen, sebagian bambu dan sebagiuan kayu. Kesan pedesaan sangat kentahl pada warung Sega abang Mbah ta Pawiro, namun demikian telah mampu menyedot penggemar kuliner, khususnya sega abang.
Setelah mbah Ta Pawira tidak mampu berjualan atau melanjutkan usaha warung makan sega abang Jirak maka pengelolaannya diserahkan kepada Mbah Martono. Mbah Martono merupakan putri atau anak dari mbah Ta Pawiro. Pada waktu warung makan sega abang warisan mbah Ta Pawiro ini dikelola oleh Mbah Martono maka ada saudaranya yang ikut dalam melayani atau berjualan sega abang Jirak. Hal itu dikarenakan mbah Martono tidak memiliki anak. Ketika mbah Martono sudah tidak mampu meneruskan usahanya maka pengelolaan warung sega abang diserahkan kepada Ibu Suminah. Ibu Suminah bulan merupakan anak dari Mbah Martono melainkan ia sejak awal sudah membantu Mbah Martono dalam berjualan sega abang Jirak. Oleh sebab itu keahlian berjualan sega abang diwariskan kepada Ibu Suminah. Dalam perjalanan waktu, kuliner sega abang mengalami perkembangan yang signifikan karena keberadaan warung sega abang Jirak telah dikenal oleh berbagai kalangan.
Warung Sega abang Jirak pun oleh ibu Suminah dipindahkan ke tempat yang lebih strategis. Hal itu dikarenakan jembatan Jirak sudah mengalami pembangunan yang sangat baik dan mulus. Jika bertahan di lokasi yang lama maka untuk masuk ke warung Sega abang menjadi sempit karena posisinya berada di bawah jembatan. Oleh Bu Suminah warung Sega abang kemudian dicarikan tempat yang lebih luas dan strategis namun tidak jauh dari tempat semula. Beliau bersama suaminya, Bapak Purwanto kemudian memindahkan lokasi warungnya ke sebelah barat dari warung yang lama. Namun tetap masih dekat dengan jembatan Jirak.
Pak Purwanto dan Suminah memiliki 6 anak, yang terdiri 1 laki-laki da 5 perempuan. Setelah merasa cukup tua yang saat ini sudah berusia 75 tahun dan anak-anaknya juda sudah mentas semua maka ia mewariskan usaha warung sega abang yang diberi nama Rumah makan Pari gogo kepada ke enam putranya. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, letak Rumah Makan Pari gogo yang sudah dilakukan sejak tahun 1926 tersebut berkembang secara signifikan. Oleh sebab itu letak rumah makan pari gogo dipindahkan lokasinya yang lebih strategis. Oleh Bapak Purwanto dan Ibu Suminah sekarang sudah memiliki Rumah makan yang berada di ujung jembatan Jirak sebelah barat. Dari ujung barat kira-kira hanya berjarak 25 meter.
Rumah Makan Pari gogo yang baru lokasinya berdekatan dengan Jembatan Jirak, Semanu Gunungkidul. Dan saat ini, pengelolaan rumah makan Pari gogo diwariskan kepada keenam anaknya.
Kuliner sega abang Gunungkidul tersebut ternyata telah mampu menempati penggemar kuliner, baik lokal maupun lain daerah. Hal itu tampak dari beberapa koleksi foto yang kami temukan dipajang di dinding rumah makan Pari gogo terseut beberapa tokoh nasional telah menikmati menu Sega abang Gunungkidul. Diantara tokoh nasional itu antara lain Presiden RI yang ke-5 yaitu Ibu Megawati Sukarno Putri, Sri Sultan Hamengku Buwono X, maupun Presiden RI yang ke-7 yaitu Bapak Ir. H Joko Widodo.
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat. Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di 081232999470.
No responses yet