Sebagai tari ritual, penciptaan Jathilan dilatarbelakangi oleh berbagai nilai luhur yang merupakan nilai kehidupan masyarakatnya.Jathilan mempunyai fungsi, yaitu fungsi hiburan dan fungsi sosial. Jathilan memerlukan kerja sama dan komitmen untuk bisa lebih mementingkan kelestarian budaya daripada kepentingan pribadi. Pada kelompok Paguyuban Jathilan TWB ini, jiwa menolong dan melindungi teman sangat tinggi, sehingga persaudaraan mereka terjalin dengan baik. Kesenian Jathilan banyak tumbuh dan berkembang di pelosok desa di Yogyakarta. Jathilan masih banyak peminatnya di Yogyakarta, terdapat berbagai acara, seperti khitanan, hari jadi desa, pedukuhan, kabupaten, kota, dan perayaan lainnya, mengundang Jathilan untuk perayaannya. Sebagaimana setiap tahunnya, terdapat festival Jathilan di Yogyakarta. Banyak bermunculan kesenian Jathilan untuk anak dan remaja. Dan selain di Wirobrajan, terdapat di tiga wilayah lain yang ada kesenian Jathilan yaitu Gedong Tengen, Umbulharjo, Tegalrejo.
Jathilan merupakan salah satu genre kesenian tradisional di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Penampilan kesenian Jathilan dengan properti kuda kepang. Pertunjukan Jathilan diambil dari cerita roman Panji. Namun dalam perkembangannya, Jathilan tidak hanya bertumpu pada cerita roman Panji, banyak kelompok Jathilan di DIY mengambil cerita Wayang dan legenda rakyat setempat. Kesenian Jathilan berkembang signifikan seiring dengan era global. Perkembangan Jathilan dari waktu ke waktu melebarkan fungsi Jathilan tidak hanya sebagai bagian upacara merti desa atau bersih desa, namun menjadi tontonan atau hiburan masyarakat. Hadirnya industri pariwisata di DIY memacu kreativitas serta mendukung pelestarian budaya sehingga kini kesenian Jathilan menjadi lebih variatif, dinamis dan secara kuantitas berkembang serta diminati generasi muda. Pertunjukan seni lebih fleksibel menyesuaikan dengan keadaan. Hal ini bertujuan agar wisatawan senang sehingga pertunjukan itu akan digemari. Selain itu agar kesenian tradisional tetap hidup berkembang di tengah persaingan budaya global. Namun, pengembangan kesenian tradisional Jathilantidak merusak berbagai kaidah dalam seni, melainkan untuk memberikan alternatif sajian untuk keperluan yang lebih bebas.
Jathilan dengan modifikasi KRR, memiliki konten yang berbeda dengan Jathilan biasa, perbedaannya pada sisi pola sajian, adegan, struktur gerak, rias busana, properti dan variasi iringan. Skenario konten modifikasi Jathilan tidak monoton, terdapat pesan kesehatan, adanya joke, interaksi antara pemain dan penabuh gamelan. Pola sajian dan adegan modifikasi Jathilan tidak sama dengan pakem Jathilan pada umumnya yang berasal dari tema tradisi masyarakat jaman dahulu, tetapi terdapat drama sendra tari dengan lakon yang dapat berisiko perilaku bebas, dampak pergaulan bebas dan cara mencegah pergaulan bebas. Struktur gerak modifikasi Jathilandengan gerakan loncat-loncat dan tawa raksasa (butho) ketika adegan pemain terkena penyakit kelamin dan hamil di luar nikah. Struktur rias busana yang berbeda dengan Jathilan biasa, yaitu pelakon putri menggunakan “kemben”. Properti modifikasi Jathilan dengan menampilkan topeng raksasa (butho) yang menyeramkan dan membawa tulisan macam-macam penyakit kelamin, seperti sifilis, gonorhea, herpes kelamin dan HIV/AIDS.
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470
No responses yet