mostbet az casinolackyjetmostbet casinopin up azerbaycanpin up casino game

SERAT WIDYAPRADDHANA

Manuskrip merupakan koleksi langka yang dipunyai oleh setiap bangsa di belahan dunia. Masyarakat bisa mempelajari perjalanan hidup leluhurnya melalui naskah lama yang telah dianggit leluhurnya. Manuskrip sangat penting utuk dikaji dan dijaga kelestariannya karena ini merupakan jejeak sejarah yang sangat penting. Ini juga merupakan warisan masa lampau yang memuat pengetahuan yang berkaitan dengan realitas atau kondisi sosiokultural yang berlainan dengan kondisi sekarang.

Manuskrip juga mengandung informasi yang tak sembarangan dari bidang sastra, agama, hukum, adat istiadat, dan lannya. Informasi yang berada di manuskrip dapat membantu atau menjadi panduan bagi penekun sejarah maupun peneliti di bidang humaniora tatkala mempelajari topik yang dikajinya.  Contohnya adalah serat widyapraddhana.

Serat widyapraddhana ini telah didaftarkan oleh Yatini Wahyuningsih, SE, M.Si pada tanggal 28 Juni 2021 di Surakarta. Serat ini menjadi salah satu serat terkemuka karya Ranggawasirta, seorang pujangga tersohor abad XIX. Serat ini ditulis di Surakarta pada 1886/1887 atau sezaman dengan pemerintahan di masa Pakubuwana IX. Serat ini berisi tentang sistem penanggalan (kalender). Ia menjelaskan bahwa ada dua sistem kalender, yakni tahun candra (bulan) dan surya (matahari).

Menurut Naci Florida, serat ini membahas pemakaian sistem perhitungan waktu arab ke stana Demak di Hijrah 931 (1443 tahun Jawa atau 1525 Masehi). Pengnadopsian ini dilakukan oleh Sunan Giri II yang juga tercatat sejarah penyesuaian perhitungan rotasi matahari dan bulan ke kalender.

Serat ini juga membahas tentang ilmu falak yang merujuk pada penanggalan. Perhitungan penanggalan didasarkan pada perputaran matahari dan bulan. Dalam sistim kalender ini, terdapat dua sistem, yaitu tahun candra atau lunar sistem (qomariyah) dan tahub surya atau solar sistem (shamsiyah) baik di timur tengah maupun di Jawa. Dalam kaitan ini,Ranggawarsita mengutip dari beberapa kitab falak. Diawali memaparkan ada dua jenis kalender,yakni kalender surya (matahari) dan kalender candra (bukan). Bulan dan matahari sendiri beredar melalui jalur deklinasi (ke utara dan selatan). Peredaran matahari dalam setahun memerlukan waktu 365 hari lebih berapa jam, sedangkan peredaran bulan memakan waktu 354 hari lebih berapa jam. Disinilag Ranggawarsita menjelaskan perbedaan sistem kalender yang ada di dunia.

Ranggawarsita sendiri mengutip literatur sejarah ilmu falak Arab bahwa di era raja Qahtan, bangsa Arab telah memakan kalender matahari. Permulaan perhitungan kalender tersebut hadir sejak kelahiran Nabi Ismail di tanah Arab. Jika dihitung tahun hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah mencapai 2637 tahun berdasarkan kalender matahari, atau 2721 berdasarkan kalender bulan. Dalam serat ini juga dikisahkan bahwa di tanah Aarab pernah diperlakukan kalender surya, yang merupakan kalender alexander diawali dengan kematian alexander. Namun ada sedikit kesalahan sedikit disini, Ranggawarsita menguraikan kalender itu berlaku sejak raja Philip Makedonia, ayah alexander, penguasa jazirah Arab. Sebab itu, raja Philip disebut Kanjeng Sultan Bilibus Ngrabi. Selanjutnya, Ranggawarsita mendedah kalender Surya di Mesir dengan 2 penanda tanggal tahub pertama ialah tahun dimana Dukyanus naik tahta. Bila dihitung sampai tahun hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah sudah terlalui 337 tahun di tahun surya atau 348 tahun di tahun candra.

Ada hal menarin yang terdapat didalam serat ini, dimana paparan Ranggawarista sama sekali tidak menyebut nama Sultan Agung Mataram, padahal kalender Jawa Islam selama ini identik dengan Sultan Agung. Karena Sultan Agung sendiri dikenal sebagai pencetus lahirnya kalender Jawa Islam di mana dia telah mengubah kalender Saka menjadi kalender bernuansa Islam. Awal kalender menurut Ranggawarsita dimulai pada hari Sabtu Pahing yang merujuk tahun dirumuskannya kalender oleh Sunan Giri II tahun 1443 Saka. Nama-nama bulan kalender Sunan Giri masih memakai nama Arab seperti Muharram, sedang Sultan Agung mengubahnya dengan dijawakan, seperti bulan Suro. Serat ini menyajikan perspektif baru, dimana pencetus kalender Islam Jawa bukanlah Sultan Agung periode Kerajaan, melainkan sudah ada sebelumnya sejak Kerajaan Demak oleh Sunan Giri II.

Sampai sekarang, serat ini masih bertahan dengan upaya pelestariannya dari mulut ke mulut. Selain itu ada juga bentuk dokumentasinya berupa naskah, mikrofilm, dan foto digital.

Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.

Kata kunci: Konsultan pariwisata, penelitian pariwisata, kajian pariwisata

Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Latest Comments

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.