Tetenger Kemantren Gondomanan

Kota Yogyakarta lahir dari rangkaian peristiwa sejarah di masa lampau. Hal itu menjadikan kota Yogyakarta memiliki banyak kisah-kisah sejarah baik mengenai asal-usul nama tempat maupun kisah perjuangan kemerdekaan. Di kawasan Kota Yogyakarta sendiri terdapat jejak peninggalan sejarah masa klasik (Mataram Kuna), Mataram Islam, Kolonial, Pergerakan nasional, dan revolusi. Yang tidak hanya menyajikan cerita sejarahnya saja, melainkan terdapat pula bangunan, tempat, bahkan kawasan yang menjadi saksi bisu terjadinya peristiwa tersebut. monumen atau tetenger dibangun untuk menjadikan penanda bahwa di lokasi tersebut pernah berlangsung sebuah peristiwa penting yang berpengarung bagi Kota Yogyakarta. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan kajian ini adalah sebagai berikut:

  1. Menginventarisasi monumen dan tetenger penanda bersejarah di Kota Yogyakarta.
  2. Mendokumentasikan monumen dan tetenger penanda sejarah yang ada di Kota Yogyakarta.
  3. Menggali latar belakang sejarah didirikannya setiap monumen dan tetenger penanda sejarah tersebut.

Adapun monumen/ tetenger yang berada di kawasan Kemantren Gondomanan antara lain sebagai berikut:

  1. Alun-alun Utara, berlokasi di Alun-alun, Prawirodirjan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk struktur dan berklasifikasi tetenger. Alun-alun ini berupa tanah lapang yang berada di depan Keraton Yogyakarta. Dinamai Alun-alun Utara karena di Kraton Terdapat dua Alun-alun, yakni di sebelah selatan dan utara. Alun-alun utara memiliki entuk persegi dengan dua pohon beringin besar berpagar yang berada di tengah Alun-alun. Dua pohon itu diberi nama masing-masing, Kyai Dewandaru dan Kyai Wijayandaru. Di sini juga terdapat 64 pohon beringin yang melambangkan unur Nabi Muhammad SAW. di tempat ini, presiden Soekarno memberikan komando pembebasan Irian Barat pada Rapat Umum tgl. 19 Desember 1961. Pada tanggal 20 Mei 1998 di gelar Pisowanan Ageng yang dihadiri hampir sejuta rakyat Yogyakarta yang menuntut dilakukannya Reformasi. Pada acara tersebut, dihadiri Sultan HB X dan Paku Alam VIII. Sultan Hamengku Buwono membacakan maklumat yang menuntut dilakukannya Gerakan Reformasi Nasional.
  2. Bank BNI 46 Yogyakarta, berlokasi di Jl. Pangurakan No. 1, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai Landmark . gedung ini dibangun tahun 1921-1922 yang dirancang oleh arsitek Belanda, Johan Louwrens Ghijsels. Sebelumnya kantor ini bernama Nederlandsch Indische Levensverekeringen en Lifrente Maatschappij (NILLMIJ) yang merupakan kantor asuransi Belanda. Selain itu, gedung ini digunakan oleh beberapa perusahaan Hindia-Belanda seperti kantor Nederlandsch Handel Maatschappij (NHM), Escompto Maatschappij, dan kantor makelar Buyn & Co.
  3. Bank Indonesia Yogyakarta, berlokasi di Jl. Panembahan Senopati No. 4-6, Prawirodirjan, Kec. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasfikasi Landmark. kantor Bank Indonesia Yogyakarta ini dibuka pada tanggal 1 April 1879, sebagai kantor cabang De Javasche Bank ke-8.  Bangunan ini dibangun untuk mengakomodasi usulan perusahaan yang memiliki kepentinngan bisnis di daerah ini yakni Firma Dorrepal &Co., Semarang. Pad amasa kedudukan Jepang, berganti nama ,menjadi Nanpo Kaihatsu Ginko. Bank ini difungsikan sebagai bank sirkulasi untuk wilayah Jawa. Pada tanggal 17 Agustus 1946, dibukalah secara resmi Bank Negara Indonesia di Yogyakarta oleh Wapres Mohammad Hatta.
  4. Benteng Vredeburg, berlokasi di Jl. Margo Mulyo No. 6, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk dokumen dan di klasifikasi sebagai monumen. Dahulu benteng ini bernama Rustenburg yang artinya “tempat istirahat”. Benteng ini sempat mengalami kerusakan akibat gempa bumi pada tahun 1867, sehingga memerlukan perbaikan. Setelah perbaikan selesai dilakukan oleh Deandles namanya diubah menjadi Vredebugh yang artinya “perdamaian”. Sampai tahun 1942, benteng ini berfungsi sebagai pusat administrasi dan markas militer Belanda. Namun ketika jepang datang, benteng digunkan sebagai pusat administrasi dan markas militer. Setelah Indonesia merdeka, benteng terus difungsikan sebagai markas militer TNI, dan pernah dipergunakan sebagai Akademi Militer Indonesia aetelah tahun 1948. Benteng Venderburgh ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya pada tanggal 15 Juli 1981.
  5. Biara Suster Osf Dan Sd Marsudrini Yogyakarta, berlokasi di Jl. Panembahan Senopati No.32, Prawirodirjan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi secara historis, SD Marsudirini memiliki tradisi pendidikan yang panjang yang dimulai pada 19 Maret 1902. Waktu itu, ada empat suster dari Semarang menuju Yogyakarta dengan misi mendirikan seklah untuk anak-anak perempuan. mereka mulai membuka sekolah dengan membuka Taman Kanak-kanak pada 1 April 1902. Selanjutnya dibuka sebuah sekolah dasar pada 1 Juli 1902. Karena murid semakin banyak, maka pada tanggal 24 april 1904 dimulai pembangunan gedung yang lebih luas dan diadakan upacara peletakan batu pertama pembangunan kompleks biara dan ruang-ruang sekolah. Pada tanggal 8 Desember 1904 gedung biara dan sekolah yang baru diberkati dan diberi nama Maria School.
  6. Bruderan Fic Dan Sma Pangudi Luhur, berlokasi di Jl. Panembahan Senopati No. 18, Prawirodirjan, Kec. Gondomanan. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi Landmark. komplek ini didirikan sejak tahun 1922 yang pada awalnya digunakan untuk sekolah HIS yang dikelola oleh Bruder FIC yang dilakukan oleh misionaris Ordo Jesuit Misi itu terwujud Di Yogyakarta saat tenaga bantuan Brunder FIC pertama kali oleh pimpinan Jesuit, yaitu P.J. van Santen. Setelah disanggupi maka pada tahun 1920 lima orang Brunder FIC yang pertama beragkat ke Hindia Belanda dengan tujuan Yogyakarta. Pada tanggal 28 Desember 1919, ketika dirayakan pesta berdirinya 75 th kongregasi, ada pengumuman dari Dewan Umum bahwa pada tahun 1920 akan dibuka Bruderan FIC di Yogyakarta . hal ini bertujuan untuk mendirikan sekolah-sekolah sehingga dapat mendukung karya misi Katolik di Kota Yogyakarta.
  7. Gedung Societeit Militair, berlokasi di Komp. Taman Pintar, No. 7, Jl. Sriwedari No. 1, Ngupasan, Kec. Gondoamanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi gedung ini termasuk dalam lingkungan Loji Kecil. Masa pembangunannya belum dapat diketahui secara pasti, diperkirakan bangunan ini dibangun setelah didirikan Societit de Vereeniging dan sebelum pendirian Societeit Pakualaman pada tahun 1908. Dahulu pembanngunan ini tidak hanya umtuk kepentingan sipil, tetapi juga untuk kalangan militer. Awalnya gedung societeit ini digunakan untuk rekreasi keluarga militer Belanda yang bertempat tinggal di lingkungan Loji.
  8. Gereja Kidul Loji, berlokasi di Jl. Panembahan Senopati No. 22, Prawirodirjan, Kec. Dondoamanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi gereja ini awalnya didirikan untuk memenuhi kebutuhan prajurit Belanda di Yogyakarta. Tempat pendirian gereja ini berasal Rech Van Eigendom sejak tanggal 30 Desember 1875. Gereja ini dibangun karena banyaknya umat katolik yang sebagian besar dari orang Belanda. Bangunan ini diresmikan pada 7 Jni 1871. Pengambilan nama gereja Santo Fransiskus Xaverius untuk mengenang baptisan pertama di Gereja Kidul Loji yang jatuh pada 3 Desember 1812.
  9. Gpib Marga Mulya, berlokasi di Jl. Margo Mulyo No. 5, Ngupasan, Gondoamanan, Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan yang berklasifikasi sebagai pembangunan Gereja Protestas Indonesia Barat dilakukan pada era Residen C. P. Brest van Kempen (1857-1863) dilakukan oleh para teknisi dari B. O. W. (Burgerlijke Openbare Werken), yaitu J.G.H. van Valette. Mulai 8 april untuk mengusahakan memperoleh sebuah gedung gereja. Awalnya, tempat yang digunakan untuk ibadah adalah gedung sekolah milik Hindia Belanda. Gedung yang dipakai mengalami perbaikan smapai 3x dengan biaya swadaya dari jemaat. Akhirnya, gedung sekolah tidak cukup untuk menampung jemaat yang semakin banyak hingga diperlukan sebuah gereja. Sejak 24 Januari 1857, kebaktian-kebaktian gereja berpindah ke Balai Karesidenan. Waktu itu, Jemaat telah memilik pendeta, yaitu DS. Begemen sebagai pendeta pertama yang didatangkan ke Yogyakarta. Bangunan ini diresmikan sebagai ibadah pada hari Minggu, 11 Oktober 1857 oleh pendeta Ds. C.G.S. begemen.
  10. Istana Gedung Agung Yogyakarta, berlokasi di Jl. Ahmad Yani, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi Landmark. bangunan gedung agung ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda sekitar 1824 yang diprakarsai oleh Residen Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert (1823-1825) dengan arsitek bernama A. Fungsi pembangunan digunakan sebagai kantor residen. Pada 10 Juni 18864 terdapat gempa bumi yang mengakibatkan gedung ini rusak berat. Maka pada tahun 1869 dilakukan rehabilitasi yang dipimpin oleh Residen A.J.P. hubbert Desire Bosch. Keberadaan kantor Residen mengalami peningkatan status menjadi gubernuran pada 19 Desember 1927 setelah Yogyakarta ditetapkan setingkat Provinsi. Pada masa kedudukan jepang, gedung ini digunakan untuk kediaman Koochi Zimmukyoku Tyookan. Pada awal kemerdekaan, tepatnya 29 Oktober 1945 bangunan ini digunakan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia (KNI). Pada saat itu ibu kota RI dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta, maka gedung ini berfungsi sebagai Istana Negara.
  11. Hotel Melia Purosani (Pabrik Watson), berlokasi di Jl. Mayor Suryotomo No. 31, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan yang berklasifikasi sebagai Landmark. pada masa kolonial, hotel ini merupakan reparasi mesin-mesin pabrik gula bernama Pabrik Watson. Pada masa pendudukan Jepang, pengusaha perusahaan gula tidak melanjutkan dan memilih meninggalkan Indonesia. Kemudian, pabrik gula ini diambil alih dengan fasilias tambahan mesin perkapalan. Setelah indonesia merdeka, ini kembali di ambil oleh pemiliknya dan dijual ke pemerintah Yogyakarta. Semasa agresi militer II sampai serangan Umum 1 Maret 1949 tempat ini diguanakan untuk merakit dan memproduksi senjata. Selain itu, pabrik ini juga pernah merakit kapal selam mini yang dipesan secara khusus oleh Kementrian Pertahanan. Pemerintah DIY memanfaatkan pabrik ini sebagai bengkel mesin yang diubah namanya menjadi PT Perusahaan Besi Daerah Istimewa Yogyakarta (Perbedij).
  12. Kampung Ketandan, berlokasi di Jl. Ketandan Kulon, Ngupasan,Kec. Gondoamanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk struktur dan berklasifikasi sebagai tetenger. Kampung ini merupakan saksi sejarah akulturasi antara budaya Tionghoa, Keraton dan warga Kota Yogyakarta. Sejak 200 tahun lalu, tempat ini menjadi tempat masyarakat Tionghoa tinggal dan mencari nafkah, sehingga diakui sebagai kawasan Pecinan Kota Jogja. Kampung Ketandan lahir pada akhir abad ke 19, sebagai pusat pemukiman orang Cina pada zaman Belanda. Pemerintah Belaanda kemudian menerapkan aturan pembatasan pergerakan (passentelsel) serta membatasi wilayah tinggal Tionghoa (wikertelsel). Tetapi dengan izin Sri Sultan HB II, warga Tionghoa tetap dapat menetap di tanah yang terletak di utara pasar Bringharjo dengan turut memperkuat aktivitas perdagangan dan perekonomian masyarakat.
  13. Kantor Pos Besar Yogyakarta, Jl. Panembahan Senopati No. 2 Parawirodirjan,Kec. Gondoamanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklaisifikasi kantor pos ini didirikan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda sekitar tahun 1912. Rintisan pembangunan dimulai 1910 dibuat dengan rancangan oleh para arsitek dari Burgelijke Openbare Werken (BOW). Semula bangunan ini bernama Post, Telegraaf en Telefoonkantoor. Bangunan ini mengalami beberapa pemugaran atas dasar alasan pemanfaatan, antara  lain penambahan ruangan (menggunakan sekat permanenr maupun non permanent), serta pengecatan ulang mengikuti khas corporate Pos Indonesia. Bangunan ini mengalami renovasi pertama pada 1986 dan kemudian renovasi kedua pada tahun 1991. Sampai sekarang bangunan ini masih berfungsi sebagai Kantor Pos Indonesia. Letaknya berada di simpul jejalur jalan poros “titik nol kilometer” menjadi ikon penting (Landmark) Kota Yogyakarta.
  14. Kelenteng Fuk Ling Miau, berlokasi di Jl. Brigjen Katamso No. 3, Prawirodirjan, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berupa bangunan dan berklasifikasi kelenteng inidibangun pada 28 Juli 1846 di tanah milik De Chinese Bevolhing atas usaha dari Mayor Tionghoa atas izin Sultan HB VII. Sultan sendiri memberikan tanhnya kepada warga Tionghoa pada 15 Agustus 1900 sebagai tempat peribadatan.
  15. Makroem 072 Pamungkas, berlokasi di Jl. Reksobayan No. 4, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berupa bangunan dan berklasifikasi Landmark. gedung ini merupakan sebuah bangunan yang telah berdiri sejak tahun 1909. Dulu, bangunan ini digunakan untuk Kantor Asisten Residen Yogyakarta yang dibangun berdasarkan keinginan seorang Residen bernama Oiter Hugo van Andel. Fungsi dar gedung ini adalah untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini digunakan untuk tempat tinggal Sumobucu atau Kepala Urusan Umum. Setelah proklamasi kemerdekaan RI, tepatnya 11 Januari 1946 difungsikan sebagai tempat tinggal wakil Presiden RI. Tanggal 19 Desember1948 Belanda kembali menduduki Yogyakarta, dan gedung ini dipakai untuk Residen Belanda yang baru. Tahun 1952-1967 gedung ini digunakan untuk tempat tinggal Walikota Yogyakarta, dan pada tahun 1969 untuk kantor walikota. Selanjutnya sekitar tahun 1970 gedung ini digunakan untuk Kantor Konwilhan II, yang kemudian berubah fungsi menjadi Markas Komando Resort Miloter 072 Pamungkas hingga saat ini.
  16. Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, berlokasi di Alun-alun Keraton, Jl. Kauman, Ngupasan, Kec. Gondomanan, DIY. Tetnger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi masjid ini di bangun oleh Sri Sultan HB I pada 29 Mei 1773 dengan arsitek Kiai Wiryokusumo. Masjid ini menjadi simbol harmonisasi sisi kebudayaan khas kerajaan Yogyakarta yang sarat perjalanan sejarah dengan religiuitas masyarakatnya.
  17. Menara Sirene Pasar Beringharjo. Berlokasi di Pasar Beringharjo timur L.t 3, dekat parkiran. Tetenger ini berbentuk benda dan berklasifikasi sebagai tetenger. Menjelang meletusnya perang asia pasifik pada tahun 1930-an atay 1940-1n awal, pemerintah Hindia Belanda mendirikan beberapa menara sirine, salah satunya di Sirine Pasar Beringharjo. Menara ini berfungsi sebagai alat peringatan tanda bahaya udara di bawah pengawsan LBD (Lucht Bescherming Dienst) atau Dinas Perlindungan Udara Belanda yang berpusat di Benteng Vredeburg. Ancaman adanya aktivitas intelijen Jepang pada awal abad XX, kemudian pada tangal 5 November 1941 Jepang memutuskan untuk melakukan permusuhan dengan negara-negara Barat menjadi alasan dibangunnya tanda peringatan bahaya tersebut.
  18. Monumrn Enam-Enam, berlokasi di Jl. Alun-alun Utara, Prawirodirjan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk banguna dan berklasifikasi sebagai monumen. Monumen ini dibangun untuk menandai tragedi bersejarah saat terjadinya pemberontakan G30S/PKI yang terjadi di Alun-alun Utara pada 1966. Pasca gagalnya pemberontakan G 30S/PKI pada tahun 1965, muncul perlawanan keras terhadap PKI, yang dianggap penyebab utama terjdinya pemberontakan dan orde lama sebagai rezim yang mendukung PKI. Pada tanggal 10 Maret 1966 pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta melakukan aksi demonstrasi dengan tuntutan pembubaran PKI, penurunan haarga, dan pembersihan kabiner Dwikora dari elemen PKI.  Namun pendukung orde lama melakukan perlawanan balik sehingga pecah bentrokan yang mengakibatkan tewasnya dua pemuda Muhammadyah.
  19. Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, berlokasi di Jl. Margo Mulyo No. 6, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk monumen dan berklasifikasi monumen. Saat ini, monumen ini menjadi Landmark dan cagar budaya Kota Yogyakarta sebagai bangunan yang mengingatkan tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada saat Agresi Militer Belanda II. Monumen ini mempunyai kaitan dengan serangan umum 1 Maret 1949 saat menyerbu benteng vredebug, Gedubf Agung, dan tempat yang menjadi markas tentara Belanda di Kota Yogyakarta. Monumen ini diresmikan paa 1 Maret 1973.
  20. Patung Urip Sumoharjo, berlokasi di Ngupasan, Fondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berupa bangunan dan berklasifikasi sebagai monumen. Patung ini dibangun untuk mengingat jasa kepahlawanan dari Urip Sumoharjo bagi perjuangan Indonesia. Urip memiliki peran penting ketika mampu mengatsi ketidaksepahaman antara mantan tentara PETA dan KNIL bersama dengan Jenderal Soedirman. Selain itu, ia menangani masalah-masalah teknis dan organisasi yang ada di TKR ketika masa kepemimpinan Soedirman pada 18 Desember 1945. Akhirnya, terjadi strukturisasi dari Tentara RI menjadi Tentara Naional pada 3 Juni 1947 atas peran Urip Sumarjo.
  21. Museum Jl. Pangurakan 2-4, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berupa bangunan dan berklasifikasi sebagai Monumen. Awalnya museum ini adalah sebuah yayasan dengan nama Java Instituut yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali, dan Lombok diniasi oleh Dr. F.DK. bosch dan Dr. Husein Djajaningrat. Kemudian yayasan ini berdiri pada 4 Agustus 1919 di Surakarta dan menjadi lembaga ilmiah pertama Hindia-Belanda. Pada tahun 1924 Java Instituut mengadakan kongres Budaya dan Jawa di Surakarta dengan menghasilkan keputusan membangun museum. Pada tanggal 12 Juli 1928 dibentuklah satu komisi Nyverheid Commisie yang memiliki tugas melakukan kajian dan mengumpulkan hasil kerajinan seni dan budaya yang dipimpin oleh J.E. jasper dibantu oleh Kopenberg.
  22. Pasar Beringharjo, berlokasi di Pasar Beringharjo timur Lt 3 dekat parkiran. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. pasar ini menjadi pasar tertua yang ada di Yogyakarta.wilayah pasar Beringharjo awalnya adalah hutan beringin. Setelah berdirinya keraton pada tahun 1758, dibangun sebuah pasar yang berada di sebelah utara kraton sehingga dijadikan tempat transaksi ekonomi.
  23. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, berlokais di Jl. KH. Ahmad Dahlan No.20, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi Landmark. RS PKU ini merupakan klinik sederhana yang didirikan pada tanggal 15 Februari 1923 di Notoprajan, Kota Yogyakarta bernama PKO (penolong kesengsaraan oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum duafa. Pendirian klinik ini atas inisatif H.M.Sudja yang didukung oleh K.H. ahmada Dahlan.
  24. Rumah Ibu Ruswo, berlokasi di Jl. Ibu Ruswo, RW 03 Yudonegaran, Prawirodirjan, Gondomanan. Tetenger ini berbentuk bangunan yang berklasifikasi Landmark. rumah ini menjadi tempat penting dalam periode Revolusi 1945-1949 terutama saat serangan umum 1 Maret 1949, yaitu dijadikan dapur umum untuk para pejuang revolusi di Yogyakarta. Selain untuk memasak, rumah ini juga sekaligus membicarakan strategi para gerilyawan, merawat dan menyimpan senjata.
  25. SDN Ngupasan Yogyakarta, berlokasi di Jl. Reksobayan No.6, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai landmark. sd ini merupakan sekolah yang paling tua di Yogyarta. Awalnya, bangunan ini bagian dari Loji Kebon (Gedung Agung) yang digunakan untuk sekolah bagi remaja putri Eropa pada 1912 dengan nama Iste Europeesche Lagere Meisjes School. Sampai tahun 1924, jumlah murid mencapai 112 anak dengan 4 guru. Pada tahun 1930, sekolah tersebut dihapus yang digantikan Sekolah Dasar Ambon.
  26. SMPN 2 Yogyakarta, berlokasi di Jl. Panembahan Senopati No. 28-30, Prawirodirjan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk landmark. bangunan ini dibangun pada masa pendudukan Jepang, tepatnya 12 September 1942. Awalnya ini digunakan untuk SD Ungaran. Pada tahun 1945, muncul sebuah perintah agar SMP N 2 Yogyakarta segera pindah dan menempati gedung baru yaitu menuju gedung Susteran yang terletak di Jalan Setjodiningratan sampai tahun 1948.
  27. Tetenger Syuhada Fisabilillah Kauman, yang berlokasi di Gg. Syuhada, Kauman, Ngupasan, gondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berupa struktur dan berklasifikasi tetenger. Tetenger ini diresmikan oleh Komandan di Kodim Yogyakarta pada tahun 1995. Tetenger ini diperuntukkan untuk warga Kauman yang gugur selama masa revolusi atau perang mempertahankan kemerdekaan.
  28. Monumen Ngejaman Malioboro, berlokasi di Ngupasan, Dondomanan, Kota Yogyakarta. Tetenger ini berbentuk bangunan dan berklasifikasi sebagai monumen. Tugu ini merupajan hadiah dari pemerintah Belanda pada tahun 1916. Tugu ini didirikan untuk memperingati satu abad kembalinya pemerintahan Kolonial Belanda dari Pemerintahan Inggris yang pernah berkuasa di Jawa pada abad 19.  

Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.

Kata kunci: Konsultan pariwisata, penelitian pariwisata, kajian pariwisata

Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

four × one =

Latest Comments