Penelitian Pariwisata – Upacara adat merupakan salah satu bentuk karya budaya Warisan Budaya Takbenda (WBTb) yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya, hal ini karena upacara adat tersebut masih mempunyai peranan dalam kehidupannya. Dengan dilestarikannya suatu upacara adat, maka generasi penerusnya dapat mengetahui warisan budaya para pendahulunya. Upacara adat adalah serangkaian kegiatan manusia yang berkaitan dengan sistem kepercayaan atau religi. Sistem kepercayaan ini merupakan salah satu dari ke tujuh unsur kebudayaan yang sulit untuk berubah (Koentjaraningrat, 1992: 13).
Salah satu upacara adat yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya di wilayah perbukitan Menoreh Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah Saparan Joyokusumo. Saparan Joyokusumo, yang dilaksanakan pada hari Kamis Wage atau Senin Wage di bulan Sapar. Saparan Joyokusumo masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya karena upacara adat tersebut dirasa masih mempunyai peranan dan manfaat bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Pelaksanaan upacara adat tersebut terkait dengan tokoh pepundhen desa yaitu Pangeran Joyokusumo yang pada masa Perang Diponegoro gigih melawan penjajah Belanda. Pangeran Joyokusumo meninggal karena membela rakyat yang menderita karena dijajah Belanda.
Saparan Joyokusumo merupakan kegiatan sosial yang melibatkan seluruh warga masyarakat di pedukuhan Papak dan Sengir untuk mencapai keselamatan secara bersama. Kegiatan ini menjadikan hubungan sosial dan kerjasama antar warga masyarakat semakin erat, sehingga unsur kebersamaan dan gotongroyong semakin kuat. Saparan Joyokusumo diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur segenap warga masyarakat Dusun Papak dan Sengir kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat yang telah dilimpahkanNya.
Selain itu Saparan Joyokusumo juga sebagai bentuk ungkapan terima kasih kepada Pangeran Joyokusumo yang telah berjasa dengan gigih melawan penjajahan Belanda. Pelaksanaan Saparan Joyokusumo banyak mengandung lambang-lambang atau simbol-simbol, yang merupakan pesan simbolik dari makna dan nilai-nilai budaya Saparan Joyokusumo yang ingin disampaikan kepada masyarakat pendukungnya. Saparan Joyokusumo di Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, sampai sekarang masih dilaksanakan, karena mereka merasa bahwa upacara adat tersebut masih mempunyai peranan dalam kehidupannya. Dari waktu ke waktu pelaksanaan upacara adat tersebut semakin semarak, meriah dan ditambah dengan berbagai kegiatan pendukung. Penyelenggaraan upacara yang pada awalnya hanya merupakan upacara yang diselenggarakan dengan sangat sederhana oleh masyarakat Dusun Sengir saja, kini telah dikembangkan menjadi lebih semarak menyesuaikan dengan perkembangan jamannya, sehingga saat ini upacara adat ini telah melibatkan masyarakat Kalurahan Kalirejo. Namun di dalam mengembangkan upacara adat ini tidak sampai merubah atau mengurangi maksud dan tujuan upacara adat itu sendiri yaitu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa bagi segenap warga masyarakat Dusun Sengir pada khususnya maupun masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya.
Baca Juga : Analisis Pasar Pulau Kumala tahun 2016
Bagaimana Asal Mula Saparan Joyokusumo? Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Joyokusumo atau Pangeran Joyokusumo, juga dikenal dengan nama Joyokusumo I (1787–1829) adalah putra Sultan Hamengkubuwono II yang nomor 30 lahir dari garwa ampeyan (selir) Bendoro Mas Ayu Sumarsonowati. Pangeran Joyokusumo bergabung dengan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda.
Pada tanggal 21 September 1829 dalam suatu pertempuran sengit di daerah Kokap Pangeran Joyokusumo terkepung musuh yang jumlahnya sangat banyak, sementara itu Rekso Diwiryo yang tergabung dalam pasukan Belanda berhasil menewaskan Pangeran Joyokusumo dan dua orang putranya yaitu Raden Mas Joyokusumo II dan Raden Mas Atmokusumo.
Pangeran Joyokusumo dipenggal kepalanya, kemudian kepalanya diserahkan ke pihak Belanda dan oleh Belanda diserahkan ke Kraton Yogyakarta. Oleh Kraton Yogyakarta kepala Joyokusumo dimakamkan di Banyusumurup Imogiri. Sedangkan badannya oleh masyarakat Kalirejo dimakamkan di Dusun Sengir Kalirejo yang sekarang sebagai tempat pelaksanaan Saparan Joyokusumo. Setelah meninggalnya Pangeran Joyokusumo, atas petunjuk sesepuh desa, untuk mengenang jasa-jasa perjuangan Pangeran Joyokusumo dalam melawan penjajah Belanda diselenggarakan upacara kirim doa kepada Ingkang Sumare (Pangeran Joyokusumo) yang diselenggarakan setiap bulan Sapar dengan mengambil hari Kamis Wage. Karena pelaksanaan upacara kirim doa kepada Pangeran Joyokusumo ini di bulan Sapar maka dinamakan Saparan Joyokusumo, yang sampai saat ini masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya, yaitu warga masyarakat Dusun Sengir dan Dusun Papak, Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kabupaten Kulon Progo.
Bagaimana Persiapan Saparan Joyokusumo? Penyelenggaraan Saparan Joyokusumo ini didukung oleh warga masyarakat di dua pedusunan di lingkungan Kalurahan Kalirejo yaitu Dusun Sengir dan Dusun Papak. Sebulan sebelum hari pelaksanaan upacara dibentuklah panitia penyelenggara. Pada pagi hari di hari puncak upacara yaitu Kamis Wage, di rumah pemangku adat Dusun Papak menyiapkan sesaji-sesaji yang dimasak. Adapun macam-macam sesaji tersebut antara lain: ingkung ayam, pisang raja, sega golong, kupat, lepet, jenang mancawarna, tumpeng dan sebagainya. Sementara itu di setiap Kepala Keluarga (KK) di Dusun Sengir dan Papak menyiapkan sesaji apa adanya yang ditempatkan pada tenong, sesaji tersebut antara lain berupa sega golong milang rakyat, sega ambeng dengan laukpauknya berupa bakmi, tempe, peyek, kerupuk, thontho, perkedel, gereh dan masakan kering lainnya, ketan kolak apem, pisang raja, dan sebagainya. Sesaji yang disiapkan tiap warga ini nantinya akan dibawa ke tempat Saparan Joyokusumo yang terletak di komplek makam Joyoksumo dengan arak-arak kirab sesaji.
Apa saja Perlengkapan Saparan Joyokusumo dan Makna Simboliknya? Perlengkapan utama atau ubarampe Saparan Joyokusumo berupa sesaji. Sesaji merupakan lambang atau simbol asal mula kehidupan, terjadinya seluruh isi alam semesta ini, mengingatkan pada perjalanan hidup manusia. Adapun macam-macam sesaji Saparan Joyokusumo dan maknanya antara lain sebagai berikut:
- Golong, nasi putih yang dibentuk bulatan agak besar, melambangkan gumolonging atau ‘bersatunya tekad’ rasa, karsa dan cipta semua warga masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya dan masyarakat Dusun Sengir dan Papak pada khususnya.
- Golong milang rakyat, yaitu nasi golong yang jumlahnya sesuai dengan jumlah jiwa dalam keluarga. Adapun maknanya agar supaya jiwa sebrayat atau sekeluarga bisa kukuh dan selamat. • Tumpeng, berupa nasi berbentuk kerucut atau gunung. Gunung yang berbentuk kerucut itu menurut kepercayaan adalah tempat dewa atau makhluk yang sangat dihormati. Tumpeng mempunyai makna yang dimaksudkan sebagai ucapan terima kasih segenap warga masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya dan masyarakat Dusun Sengir dan Papak pada khususnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tumpeng mempunyai makna bahwa di dunia ini ada penguasa yang paling tinggi yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, yang menciptakan dunia dan seluruh isinya.
- Tumpeng alus berupa nasi berbentuk kerucut atau gunung tanpa laukpauk, melambangkan sebuah pengharapan kepada Yang Maha Kuasa supaya permohonan seseorang dapat diluluskan se
- Tumpeng kuning berupa nasi kuning berbentuk kerucut atau gunung. Warna kuning atau emas melambangkan kekayaan dan kemakmuran, diharapkan dengan membuat tumpeng kuning maka akan lebih banyak mendapatkan kemakmuran, kesejahteraan, kekayaan dan keberhasilan dalam segala hal.
- Wedhus atau menda ‘kambing’ merupakan sesaji pokok dalam SaparanJoyokusumo, mempunyai makna pengorbanan bagi segenap warga masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya dan masyarakat Dusun Sengir dan Papak pada khususnya.
- Ingkung ayam yaitu ayam utuh yang dimasak dengan santan dan dibumbui tidak pedas, sehingga terasa gur Ingkung ayam merupakan perlengkapan sega wuduk. Ingkung ayam melambangkan manusia ketika masih bayi belum mempunyai kesalahan. Dalam Saparan Joyokusumo ingkung disajikan dengan maksud untuk menyucikan seluruh warga masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya dan masyarakat Dusun Sengir dan Papak pada khususnya atas segala kesalahan baik itu yang disengaja maupun tidak disengaja.
- Jenang mancawarna, yaitu jenang yang terdiri atas 7 (tujuh) macam warna, yaitu: merah, putih, kuning, hijau, slewah, palang dan hitam. Jenang merah melambangkan keberanian, putih melambangkan kesucian, kuning melambangkan keagungan, hijau melambangkan pengharapan, slewah melambangkan dua hal, palang melambangkan penghalang, dan hitam melambangkan tuju
- Kupat lepet, mempunyai makna bahwa warga masyarakat Kalurahan Kalirejo memohon maaf kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaj
- Kembang telon, yang terdiri atas bunga: kanthil, mlathi, mawar dilengkapi dengan lenga wangi, rokok putih, mempunyai makna bahwa semua karya segenap warga masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya dan masyarakat Dusun Sengir dan Papak pada khususnya yang sudah dilaksanakan selalu semerbak harum dan hasil yang diharapkan dapat tercapai.
- Toya pethak (air putih) merupakan lambang kesucian, yang mempunyaimakna agar segenap warga masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya dan masyarakat Dusun Sengir dan Papak pada khususnya selalu bersih, baik lahir maupun batin.
- Lelawuhan ‘lauk-pauk’, yang terdiri antara lain: bakmi, tempe, peyek, tahu, krupuk, gereh, perkedel, thontho, edhong dadar, endhog ceplok, endhog godhog, kelan (sayur) dan makanan kering lainnya, untuk sesaji Sapara Joyokusumo ini seadanya, lauk-pauk merupakan pelengkap, mempunyai maka pengharapan agar apa yang dihajadkan dapat tercap
- Sega wuduk, yaitu nasi putih yang diberi santan garam dan daun salam, sehingga rasanya gurih. Sega wuduk ini juga sering disebut sega guri Sega wuduk ditujukan untuk Kanjeng Nabi, oleh sebab itu disebut sega rasul. Maksud dari sega rasul ini untuk keselamatan Kanjeng Nabi beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, sehingga keselamatan tersebut dapat menular kepada penyelenggara dan peserta Saparan Joyokusumo
- Endhog atau telur, sebagai lambang dari “wiji dadi” atau benih terjadinya manu
- Ketan mempunyai makna untuk mengirim leluhur mereka yang telah meningg Mudah-mudahan dekat dengan Tuhan dan diberi ampun segala dosa-dosanya.
- Kolak mempunyai makna untuk menolak segala perbuatan jelek, dan agar selalu dekat dengan Tuhan Yang Maha Ku
- Apem melambangkan doa yang dikirimkan kepada arwah leluhur mereka yang telah meninggal dunia supaya arwahnya diterima oleh Sang Pencip
- Pisang raja, sebagai lambang manusia yang mendambakan kesejahteraan, kemakmuran dan keluhuran seperti raja serta selalu mendapatkan terang ke arah kebahag
- Tukon pasar atau jajan pasar yang terdiri dari jadah, jenang,wajik, tape, roti dan sebagainya serta buah-buahan merupakan pelengkap sesaji Saparan Joyokusumo memilki makna sebagi sedhekah untuk keselamatan hidup, sebagai pengharapan agar manusia melakukan serawung atau bergaul dengan orang Jajan pasar melambangkan kemakmuran. Dalam jajan pasar ini sering diletakkan uang senilai satus atau seratus rupiah, yang melambangkan permohonan manusia kepada Tuhan agar orang yang memilki hajat terbebas dari segala dosa.
Apa saja Pantangan Dalam Saparan Joyokusumo? Menurut kepercayaan masyarakat pendukungnya yaitu warga masyarakat Dusun Sengir dan dusun Papak apabila tidak menyelenggarakan Saparan Joyokusumo, menyebabkan terjadi hal-hal atau peristiwa diluar kemampuan manusia seperti banyak orang gila, terjadi wabah penyakit, pertengkaran antar tetangga, dan panen yang kurang baik. Oleh karena itu masyarakat pendukungnya mempunyai kepercayaan bahwa Saparan Joyokusumo tersebut harus tetap dilaksanakan, sebab apabila upacara adat tersebut tidak dilaksanakan dikhawatirkan akan terjadi lagi hal-hal yang diluar kemampuan manusia.
Selain itu warga masyarakat pendukung Saparan Joyokusumo tidak berani merubah atau mengganti hari pelaksanaan upacara yang jatuh setiap bulan Sapar di hari Kamis Wage atau Senin Wage, karena mereka percaya apabila hari pelaksanaan dirubah atau diganti maka akan terjadi hal-hal yang kurang baik bagi warga masyarakat pendukungya. Kecuali itu mereka juga tidak berani mengganti atau mengurangi macam-macam sesaji yang telah diwariskan oleh para pendahulunya, karena apabila mengganti atau mengurangi sesaji menurut kepercayaan mereka, akan terjadi hal-hal yang kurang baik bagi kehidupannya.
Petugas yang memasak harus dari kaum laki-laki atau bapak-bapak, karena dianggap lebih suci. Selain itu ada pantangan dalam pelaksanaan Saparan Joyokusumo, masakan yang dimasak para bapak-bapak tersebut tidak oleh dicicipi, karena masakan tersebut dipakai/dipersembahkan untuk sesaji upacara sehingga harus dipastikan bersih dan suci, kalau sampai dicicipi diaggap nyisani atau makanan sisa.
Saparan Jayakusumo, setiap tahun dengan sesaji kambing dan para wanita tidak boleh ikut dalam kegiatan tersebut, termasuk memasak daging kambing sesaji. Petugas yang memasak sesaji harus kaum laki-laki (bapak-bapak), termasuk dalam membuat ubarampe harus laki-laki. Diceritakan oleh Bapak Darto Suyono, bahwa pada waktu dahulu ketika pagi hari sedang ada Saparan Joyokusumo bapak-bapak sedang memasak daging kambing sesaji, ada seorang wanita yang sedang dhangir (membersihkan rumput tanaman) di kebun sebelah atas makam Pangeran Joyokusumo berteriak-teriak kepada bapak-bapak yang sedang masak tersebut, ketika ia pulang sampai di rumahnya tiba-tiba wanita itu seperti orang setres kemudian menjadi gila, dan selang beberapa waktu, lama- kelamaan akhirnya meninggal dunia. Sejak peristiwa itu ketika ada bapak-bapak yang sedang menyiapkan uborampe Saparan Joyokusumo, tidak ada wanita yang berani mendekat. Para kaum wanita (ibu-ibu) menyerahkan sepenuhnya kepada bapak-bapak untuk memasak sesaji yang berupa kambing tersebut di komplek makam Pangeran Joyokusumo.
Dengan menghidari segala bentuk pantangan tersebut maka masyarakat pendukungnya percaya bahwa Saparan Joyokusumo akan berjalan lancar dan warga masyarakat pendukungnya yaitu warga masyarakat Dusun Sengir dan Dusun Papak khususnya dan warga masyarakat Kalurahan Kalirejo pada umumnya akan terhindar dari malapetaka dan mendapat berkah.
No responses yet