Resilient City Konsep Kota Tangguh – Di era modern, kota-kota di seluruh dunia dihadapkan dengan berbagai tantangan, mulai dari perubahan iklim, bencana alam, hingga krisis ekonomi dan sosial. Tantangan-tantangan ini dapat mengganggu fungsi kota dan kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menjelaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, harus memperhatikan kondisi fisik wilayah yang rentan terhadap bencana, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi. Dalam RPJMN, sasaran utama pembangunan nasional periode ketiga adalah pembangunan wilayah dan antar wilayah dengan arah kebijakan pada pembangunan kota berkelanjutan dan berdaya saing menuju masyarakat kota yang sejahtera berdasarkan karakter fisik, potensi ekonomi dan budaya lokal. Oleh karena itu, diperlukan sebuah konsep baru dalam pembangunan kota yang bisa mengatasi berbagai gangguan.
Konsep Resilient City mengacu pada kemampuan kota untuk beradaptasi dan pulih dari berbagai gangguan dan krisis. Kota tangguh mampu merespon perubahan dengan cepat dan efektif, serta mampu membangun kembali infrastrukturnya dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya setelah terjadi bencana. Dalam The Recilience Alliance (2011), Resilient City diterjemahkan sebagai kota yang mampu bertahan dari berbagai jenis ancaman yang berkembang, baik yang datang dari alam hingga bencana akibat ulah manusia.
Resilient City mampu beradaptasi dan bangkit kembali setelah mengalami perubahan, baik yang terduga maupun tidak terduga. Sebuah kota tangguh mampu menjaga stabilitas sosial, ekonomi, dan infrastruktur, serta mempertahankan fungsi, struktur, sistem, dan identitasnya. Konsep Resilient City membantu memahami bagaimana individu, masyarakat, organisasi, dan ekosistem beradaptasi dengan perubahan, ketidakpastian, dan tantangan, termasuk perubahan iklim.
Dimuat dari Panduan Pengembangan Resilient City oleh Kementerian ATR/BPN, terdapat dua tahapan dalam mewujudkan kota tangguh, yaitu 1) penilaian tingkat ketahanan (resiliency) kota dan 2) penyiapan rencana aksi, integrasi tata ruang, serta program kegiatan yang diperlukan dalam pengembangan resilient city.
Pada tahap penilaian tingkat ketahanan (resiliency) kota, kota akan diajak untuk menilai kapasitas mereka dalam menghadapi bencana. Penilaian meliputi aspek kelembagaan, pencegahan bencana, kesiapsiagaan sosial, mitigasi bencana, dan pemulihan bencana. Penilaian ini berdasarkan dokumen rencana, operasional, dan pengalaman bencana sebelumnya. Penilaian ini menggunakan 5 komponen dan 75 indikator.
Kemudian pada tahap kedua, tahap ini mengecek komponen yang diambil dari pengembangan indikator dan menyesuaikannya dengan kebutuhan konsep Resilient City. Banyak kota sudah menerapkan kiat-kiat tersebut, tetapi belum menunjukkan kapasitas dan kualitas konsep Resilient City yang sesungguhnya. Oleh karena itu, penilaian kebutuhan Resilient City tergantung pada komitmen tiap kota. Setelah pengukuran kebutuhan, dilakukan langkah-langkah pengembangan konsep Resilient City.
Resilient City adalah solusi untuk membangun kota yang adaptif dan berkelanjutan dalam menghadapi berbagai perubahan. Konsep ini membantu memahami bagaimana individu, masyarakat, dan organisasi beradaptasi dengan berbagai tantangan, termasuk perubahan iklim.
baca juga : Gereja Ibaraki Kasugaoka
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di (0812-3299-9470).
Sumber: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. (2016). Panduan Pengembangan Resilient City.
No responses yet