Dari Desa untuk Dunia Membangun Desa Wisata dengan Sentuhan Partisipasi – Di balik gemerlap lampu kota, terbentang pesona desa yang seringkali terlupakan. Desa bukan sekadar hamparan sawah dan rumah kayu, namun juga menyimpan potensi wisata yang tak kalah menarik. Desa memiliki lanskap alam yang memukau, budaya lokal yang unik, dan keramahan penduduk yang menghangatkan hati. Namun, mengembangkan potensi-potensi tersebut bukan sekadar membangun penginapan dan memasang papan petunjuk. Diperlukan pendekatan yang bijaksana, yang mengakar kuat dalam tanah dan dihiasi oleh suara-suara para penghuninya. Model perencanaan yang dapat mengakomodasi hal-hal tersebut adalah perencanaan partisipatif.
Perencanaan partisipatif bukanlah sekadar istilah. Model perencanaan ini merupakan jembatan yang menghubungkan impian para pemangku kepentingan dengan masyarakat desa. Melalui jembatan ini, desa tak lagi pasif, melainkan menjadi sutradara dalam pentas wisata mereka sendiri. Bukan sekadar objek yang dieksploitasi, melainkan tuan rumah yang menyambut tamu dengan keramahan dan kearifan lokal.
Pendekatan partisipatif memiliki berbagai manfaat yang sangat baik. Pertama, pemahaman masyarakat terhadap pariwisata meningkat. Desa tak lagi memandang wisata sebagai entitas asing, melainkan bagian dari kehidupan mereka. Mereka sadar akan potensi yang dimiliki, sekaligus memahami dampak positif dan negatif yang ditimbulkan.
Kedua, komitmen terhadap pengembangan desa wisata menguat. Ketika suara didengar, keputusan diambil bersama, maka rasa memiliki akan tumbuh dengan subur. Masyarakat tak lagi menjadi penonton, melainkan aktor yang bersemangat dalam membangun desa mereka.
Ketiga, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan rencana meningkat. Ide-ide cemerlang dari para warga ataupun tetua desa, yang selama ini terpendam, bermunculan. Solusi lokal yang bersahaja mengatasi tantangan dan masalah dengan tepat. Pengetahuan tradisional berpadu dengan teknologi modern, menghasilkan harmoni pembangunan yang berkelanjutan.
Namun, pendekatan partisipatif ini tak luput dari tantangan. Kurangnya kesadaran masyarakat, keterbatasan pengetahuan tentang pariwisata, dan dominasi pihak eksternal kerap menjadi batu sandungan. Maka, dibutuhkan upaya-upaya konkret untuk menyingkirkan batu-batu ini.
Pertama, perlu dilakukan edukasi dan pendampingan masyarakat. Desa wisata tidak dapat dibangun dalam sekejap. Dibutuhkan proses pembelajaran, pendampingan, dan penguatan kapasitas. Dari mengenali potensi desa hingga mengelola usaha wisata, masyarakat perlu dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan.
Kedua, dialog haruslah terbuka dan inklusif. Tak ada suara yang boleh dibungkam. Semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat, harus duduk bersama dalam meja bundar. Suara desa harus didengar dan dihormati, keputusan diambil bersama, dan manfaat pembangunan dirasakan secara adil dan merata.
Ketiga, diperlukan sinergi dan kolaborasi. Desa wisata tak bisa berdiri sendiri. Ia membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah harus hadir sebagai fasilitator dan motivator, swasta sebagai mitra pemberi kesempatan, dan masyarakat sebagai aktor utama.
Membangun desa wisata dengan sentuhan partisipatif bukan sekadar membangun destinasi wisata. Ia membangun mimpi, menghidupkan harapan, dan mempersembahkan desa kepada dunia dengan segenap kearifan dan keunikannya. Dari desa untuk dunia, mari menapaki jembatan partisipasi, dan bersama-sama menyaksikan desa-desa kita bertumbuh menjadi mutiara pariwisata yang gemerlap.
Baca juga : Juru Kunci Sebagai Mediator dan Penggerak
Dalam era globalisasi ini, isu-isu pariwisata menjadi topik yang semakin relevan dan memerlukan perhatian mendalam. Kami PT Kirana Adhirajasa Indonesia, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan, kami memahami bahwa industri pariwisata tidak hanya mencakup aspek hiburan semata, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi, budaya, dan lingkungan. Untuk penyusunan penelitian, hubungi +62 812-3299-9470.
No responses yet