Manusia yang Dipilih Merapi – Telah dijelaskan sebelumnya bahwa roh-roh manusia yang berlaku baik semasa hidupnya akan tinggal di Kraton Merapi setelah meninggal dunia. Sebagian masyarakat Merapi percaya bahwa Gunung Merapi merupakan suatu alam penantian atau swarga pangrantunan bagi jiwa-jiwa manusia sebelum pada akhir nanti akan kembali ke ribaan Sang Pencipta. “Roh yang telah lama tinggal di keraton dan telah tiba saatnya, seperti apa yang telah digariskan Tuhan, dipersilakan meninggalkan Merapi menuju surga” (Triyoga, 2010, pp. 59, 148). Hal ini sejalan dengan pandangan berbagai kebudayaan yang menempatkan gunung sebagai “tempat yang paling dekat dengan dunia atas” (Sumadi, 2004, p. 53).
Roh-roh manusia yang tinggal di kerajaan makhluk halus Merapi tersebut dapat dikatakan sebagai orang-orang yang dipilih oleh penguasa Merapi untuk bekerja di Kraton Merapi. Masyarakat Merapi percaya bahwa jika ada orang yang hilang atau mati saat beraktivitas di lereng Merapi, terutama di tempat-tempat alami seperti hutan dan sungai dan juga tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan, maka orang tersebut sebenarnya direkrut oleh penguasa Merapi untuk membantu suatu pekerjaan di Kraton Merapi. Kejadian ini disebut sebagai kalap (Schlehe, 1996, p. 395). Dalam wawancara kepada Mbah Asih yang dilakukan tanggal 2 Agustus 2023 di Huntap Karangkendal, Pelemsari, Juru Kunci Merapi tersebut mengatakan bahwa ia pernah mendapat cerita dari seorang warga yang mengaku pernah diajak tinggal di Kraton Merapi melalui mimpi. Dalam mimpinya, warga tersebut disambut di Kraton Merapi oleh orang tuanya dan ditawari makan. Akan tetapi, warga tersebut menolak makanan yang diberikan, karena sadar bahwa jika ia memakannya, ia akan tetap tinggal di Kraton Merapi dan tidak akan bangun lagi dari tidurnya. Setelah menolak dengan sopan, ia pun terbangun kembali.
Baca juga : Mengenal Lebih Dekat Permainan Tradisional Congklak
Tampaknya, masyarakat Merapi sudah paham bahwa orang-orang yang diundang ke Kraton Merapi, terutama untuk membantu dalam suatu pekerjaan, sangat kecil kemungkinannya untuk kembali. Sebuah kisah yang dipercaya berasal dari era Sultan Agung (tahun 1600-an) menjelaskan bahwa suatu rombongan wayang beserta pemain gamelan dan sinden yang dipimpin oleh dalang Ki Laras Bagaswara dan Ki Sayekti Kuncoroseno mendapatkan undangan dari Gusti Kanjeng Ratu Ayu Sekar Kedhaton untuk mengisi suatu acara Kraton Merapi. Meski para dalang tersebut memiliki kemampuan spiritual yang membuat mereka paham bahwa yang mengundang mereka bukanlah manusia, mereka justru bangga karena telah dipilih oleh Kraton Merapi. Kisah ini menggambarkan mitos yang beredar di antara masyarakat Merapi dan para pendaki Gunung Merapi mengenai Pasar Bubrah yang berada tidak jauh dari puncak Merapi. Masyarakat percaya bahwa suara keramaian dan suara gamelan yang sering terdengar dari daerah berbatu-batu tersebut menjadi tanda bahwa sedang ada kegiatan di Kraton Merapi (Zidan & Genta, 2018, pp. 235–236). Mitos lain juga mengatakan bahwa setiap hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, daerah Pasar Bubrah menjadi suatu pasar makhluk halus yang menggunakan bongkahan-bongkahan batu Gunung Merapi sebagai meja untuk menjajakan dagangannya (Triyoga, 2010, p. 148; Wardyaningrum, 2019, p. 50).
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di(0812-3299-9470).
No responses yet