Pahlawan Atmosukarto – Ia adalah satu dari 21 pemuda yang gugur, dalam pertempuran Kotabaru pada Oktober 1945, karena Jepang masih berkuasa di Yogya meski pada Agustus proklamasi kemerdekaan RI telah dilakukan di Jakarta. Serbuan Kotabaru adalah gerakan bersenjata pertama yang dilakukan oleh rakyat Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan. Serbuan tersebut ditujukan untuk merebut senjata dari tangan pasukan Jepang yang masih bertahan di Yogyakarta. Ibarat pembuka jalan, Serbuan Kotabaru mempelopori munculnya gerakan bersenjata di daerah lain untuk mengusir penjajah dari Indonesia dan bahkan berkembang menjadi perjuangan diplomatik untuk menegakkan dan membela Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sudah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Serbuan Kotabaru terjadi akibat keresahan rakyat Yogyakarta yang merasa kedaulatan NKRI di DIY belum tercapai penuh karena masih ada pasukan Jepang dengan persenjataan lengkap. Rakyat Yogyakarta yang sudah menyatakan bergabung dengan NKRI pun merasa perlu melakukan pemindahan kekuasaan dari Jepang. Berbagai upaya untuk peralihan kekuasaan dilakukan, mulai dari pengibaran bendera Merah Putih di sepanjang Jalan Malioboro hingga Kotabaru, serta upaya damai dengan perundingan agar Jepang menyerahkan senjata. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil sehingga rakyat pun memutuskan untuk menggunakan cara kekerasan guna merampas senjata dari pasukan Jepang.
Meski diancam, Jepang memilih tidak menyerahkan senjata karena belum memperoleh izin dari Jenderal Nakamura yang bermarkas di Magelang. Atas kondisi tersebut, keadaan di sekitar markas tentara Jepang yang berada di Kotabaru semakin genting. Rakyat yang tidak sabar dan tidak ingin terjebak dalam strategi licik Jepang dengan mengulur-ulur waktu kemudian memutuskan untuk melakukan penyerbuan ke markas tentara Jepang. Letusan granat ke markas tentara Jepang menjadi penanda dimulainya serbuan. Serangan yang terjadi sejak subuh itu pun berlangsung sengit karena Jepang yang memiliki persenjataan lengkap melakukan perlawanan. Meskipun demikian, rakyat Indonesia dapat memenangi pertarungan tersebut setelah tentara Jepang menyerah dan menyerahkan senjata. Kedua belah pihak harus kehilangan banyak pasukan akibat serangan yang berlangsung sengit. Indonesia kehilangan 21 pejuang, sedangkan di pihak lawan, 27 tentara tewas. Pejuang Indonesia yang tewas dalam serangan tersebut adalah Trimo, Djoewadi, Faridan M Noto, Soeparno, Soenardjo, Mohammad Saleh, Djasman, Djohar Noerhadi, Bagong Ngadikan, Sabirin, Amat Djazuli, Oemoem Kalipan, Atmosukarto, Sudjijono, I Dewa Nyoman Oka, Sarwoko, Soebarman, Mohammad Wardani, Soeroto, Aboebakar Ali dan Soepadi.
(Sumber: https://web.facebook.com/sejarahjogja/photos/a.1782200808674964/2769349459960089/?type=3&_rdc=1&_rdr).
Baca juga : Profil Desa Wisata Ngadimulyo Kabupaten Temanggung
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat. Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di 0812-3299-9470
No responses yet