Sejarah Pendirian Bangunan Pesanggrahan Kerajaan Becorak Islam – Sebagai salah satu wilayah pusat peradaban Jawa, di DIY banyak ditemukan bangunan berupa heritage peninggalan kejayaan pada masa lalu, salah satunya yaitu Goa Seluman. Pesanggrahan sebagai tempat peristirahatan pada dasarnya berhubungan erat dengan keberadaan Kraton, hal itu dikarenakan sebuah pesanggrahan dibuat untuk kepentingan raja beserta kerabatnya. Dikulik dari cerita historisnya, Goa Seluman ini dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk memikat wisatawan. Hal ini didukung oleh peran Balai Cagar Budaya Yogyakarta yang telah menetapkan Goa Seluman sebagai Cagar Budaya. Namun, dalam pengelolaannya Goa Seluman belum digarap dengan maksimal. Oleh karena itu, dalam kajian ini bermaksud ingin memberikan pemahaman nilai penting sejarah dari peninggalan budaya fisik dan non fisik kepada masyarakat disekitar Kawasan Cagar Budaya Poros Mataram khususnya dan masyarakat DIY umumnya melalui kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat.
Oleh sebab pentingnya hal tersebut, maka dilakukan berbagai upaya perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan pengembangan yang terus di lakukan. Melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul selaku pejabat yang berwenang, melakukan kajian Feasibility Study Goa Seluman yang dilaksanakan dari tanggal 8 Maret – 6 Mei 2023. Diharapkan melalui kajian ini dapat melakukan perhitungan studi kelayakan awal Goa Seluman, melakukan perhitungan kebutuhan atas investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan daya tarik cagar budaya Goa Seluman, serta memberikan rekomendasi pengembangan Goa Seluman.
Pesanggrahan pada masa Islam di Jawa, sudah dikenal sejak jaman Demak. Tahun 1552 Masehi yang merupakan masa pemerintahan Sultan Demak terakhir, yaitu Sunan Prawoto (1546 – 1561 Masehi). Pada masa-masa itu kemudian pesanggrahan muncul di berbagai wilayah Indonesia.
Di Aceh, seperti yang diceritakan dalam kitab Bustanus Salatin, terdapat taman yang terbentang di sebelah selatan istana (Lombard, 2014:188). Taman lini juga dikenal dengan sebutanTaman Ghairah atau Gunongan yang merupakan gunung buatan yang dikelilingi taman. Taman Gharah ini dibangun pada masa Kerajaan Ace dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M) untuk permaisurinya (Djajadiningrat, 1916: 561 – 576). Di bagian belakang Gunongan terdapat sebuah bangunan persegi yang dulunya merupakan taman, tetapi kemudian dijadikan tempat pemakaman Sultan Iskandar Thani, pengganti Sultan Iskandar Muda. Bangunan Gunongan berbentuk seperti gunung-gunung dan tingginya 9,5 meter.
Di Kesultanan Banten juga terdapat tinggalan berupa pesanggrahan yang dinamakan Tasikardi. Tasikardi yang merupakan danau buatan selvas sekitar 6,5 ha dan dilapisi ubin bata didirikan ole Sultan Maulana Yusuf (1570 – .1580 M) sebagai tempat peristirchatan untuk sultan dan kelvarganya. Di tengah dan&u tersebut terdapat sebuch pula bernama Pula Keputren yang dulunya merupakan tempat beristirahat keluarga kerajaan. Main terdapat kolam penampungan air dan pendopo di pulau tersebut. Tasikardi selain menampung air dari Sungai Cibanten untuk keperluan irigasi juga memasok air bagi kraton dan masyarakat sekitar. Air yang akan dipakai untuk keperluan kraton disaring terlebih dahul melalui 3 bangunan penyaringan atau yang dikenal sebagai pangindelan, masing-masing pangindelan abang, pangindelan putih, dan pangindelan emas.
Di daerah Cirebon terdapat Tamansari Gua Sunyaragi, yang merupakan peninggalan dari masa Kesultanan Kasepuhan (Cirebon) dari abad XVIII (Falah, 1995: 46) . Kompleks selvas sekitar 15 hektar ini didirikan oleh cicit Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran Kararangen pada tahun 1703. Gua Sunyaragi in terbagi dalam 2 bagian, yaitu pesanggrahan dan gua. Pesanggrahan terdiri dari rang tidur, serambi, rang rias, dan rang ibadah, yang dulunya dikelilingi ole taman, dan kolam. Sementara gua terdiri atas 12 ruangan dengan berbagai fungi, antara lain tempat pembuatan senjata, tempat semedi, dan pos penjagaan.
Di Kasultanan Yogyakarta terdapat cukup banyak tinggalan berupa pesanggrahan, yang sebagian mash dapat disaksikan bekas-bekasnya sampai saat in, sementara sebagian besar lainnya telah rusak. Bangunan-bangund pesanggrahan di Yogyakarta merupakan karya dari beberapa sultan di masa lalu. Pesanggrahan-pesanggrahan di Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwana I (1755 – 1792 M), Sultan Hamengku Buwana II (1792 – 1814 M dan 1823 – 1828 M), Sultan Hamengku Buwana VI (1855 – 1877 M), Sultan Hamengku Buwana VII (1877 – 1921 M), dan Sultan Hamengku Buwana VIII (1921 – 1939 M).
Baca juga : Wisata Seni dan Budaya Intro Living Museum
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di(0812-3299-9470).
No responses yet