Sumbu Filosofi Kehidupan dan Kearifan Lokal Melalui Sumbu Filosofis Yogyakarta

Sumbu Filosofi Kehidupan dan Kearifan Lokal Melalui Sumbu Filosofis Yogyakarta – Yogyakarta dikenal akan pusat kota bersejarah yang mengandung nilai falsafah sangat tinggi yang terwujud dalam sumbu filosofi. Sumbu filosofi Yogyakarta menjadi ciri khas daerah yang didalamnya mengandung makna dan tata nilai penataan daerah dan arsitektur (Wahid & Karsono, 2008). Diinisiasi oleh Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755, Sumbu Filosofi Yogyakarta menjadi konsep tata ruang wilayah Yogyakarta yang dibangun berdasarkan konsepsi Jawa berdasarkan tata letak bentang alam, seperti gunung, laut, sungai, dan daratan. Prinsip utama dari Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah “Hamemayu Hayuning Bawono”, yang artinya memperindah dan melestarikan keindahan dunia yang pada prinsipnya bertujuan untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia dan bumi yang ditinggalinya.

Sumbu Filosofi Kota Yogyakarta terwujud dalam kerangka kosmologi sumbu imajiner Gunung Merapi – Keraton – Laut Selatan. Sumbu imajiner merupakan ungkapan sumbu yang membentang dari Laut Selatan menuju Kraton dan berujung di Gunung Merapi sedangkan Sumbu Filosofi merupakan sumbu yang bermula dari Tugu menuju Kraton. Pangeran Mangkubumi mewariskan Sumbu Filosofi dalam bentuk bangunan dan vegetasi yang mengandung nilai akulturasi dari agama Islam dan Jawa (Permono, 2021). Lokasi pembangunan Kraton Yogyakarta dipilih dekat dengan sumber mata air, yaitu Umbul Pacethokan. Kontur tanah wilayah bangunan yang lebih tinggi dari sekitar sehingga tampak seperti berada di atas punggung kura-kura dengan diapit oleh enam sungai, yaitu tiga sungai di sebelah timur dan tiga sungai di sebelah barat.

Pangeran Mangkubumi menginterpretasikan tata ruang kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Sangkan Paraning Dumadi. Pada penggal pertama, Sangkaning Dumadi, yaitu gambaran perjalanan manusia dari kelahiran hingga berumah tangga, membentang dari Panggung Krapyak menuju Kraton sedangkan penggal kedua, Paraning Dumadi, melambangkan perjalanan kembalinya manusia kepada Sang Khaliq yang disimbolkan dari Tugu Pal Putih menuju Kraton (Permono, 2021). 

Arti penting dalam Sumbu Filosofi Yogyakarta adalah nilai filsafat Jawa dan lokasi yang strategis, dimana diwujudkan dalam simbol jalan. Kawasan Sumbu Filosofi terdiri dari jalan dari Panggung Krapyak sampai ke Tugu sepanjang 6 km dengan kawasan pembentuknya terdiri dari 6 Kemantren dan 1 Kapanewon yang meliputi beragam komunitas dan latar belakang yang berbeda. Adapun elemen pembentuk ruang kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta diantaranya Kraton Yogyakarta, Masjid Gedhe Kraton, Pasar Beringharjo, Alun-Alun Utara, Istana Air Tamansari, Benteng Baluwerti, Panggung Krapyak, Tugu Pal Putih, kawasan permukiman, dan Jalan Malioboro (Sari dkk, 2019). 

Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungu admin kami di(0812-3299-9470).

Baca juga : Curug Sewu Destinasi Wisata Kendal Jawa Tengah

Sumber: 

Fenomenologi-Hermeneutika, L. Sangkan Paraning Dumadi Sumbu Filosofi Yogyakarta: Dalam.

Wahid, J. and Karsono, B., 2008. Imaginary Axis as a Basic Morphology in the City Development of Yogyakarta-Indonesia.

Sari, P., Munandar, A. and Fatimah, I.S., 2019. Kajian Place Dependence Warisan Budaya Wujud pada Sumbu Filosofi di Kota Yogyakarta. Jurnal Lanskap Indonesia, 11(1), pp.1-10.

Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di+62812-3299-9470.

Tags:

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20 − 7 =

Latest Comments