Sega abang merupakan satu jenis menu makanan tradisional Kabupaten Gunungkidul yang berupa nasi. Nasi tersebut berwarna merah secara alami tanpa melalui pewarnaan apapun. Untuk menjadi menu makanan tradisional nasi merah atau sega abang memerlukan proses yang cukup panjang, mulai dari penanaman padi hingga menjadi sega abang yang siap untuk dikonsumsi.
Proses panjang tersebut dimulai dari penanaman padi atau benih, perawatan tanaman padi, pemanenan padi, pengolahan padi menjadi beras dan pengolahan beras menjadi sega abang.
Penanaman padi atau pari gogo dapat tumbuh dengan baik pada lahan yang sudah disiapkan dengan cara menanam langsung melalui benih padi yang sudah disiapkan. Setelah tumbuh proses selanjutnya adalah dilanjutkan dengan perawatan pari gogo yang telah tumbuh. Kemudian hingga pari gogo tersebut mulai berbuah dan menguning. Proses selanjutnya adalah memanen padi dengan cara secara serentak atau bersamaan dengan menggunakan alat potong berupa ani – ani dari batang demi batang atau dari helai demi helai. Proses selanjutnya adalah ada dua aara yaitu yang pertama hasil panen padi itu diikat menjadi satu ikatan dengan besar ikatan tertentu kemudian ikatan tersebut dijemur hingga kering. Setelah kering padi tersebut disimpan ditempat lumbung padi yang sudah disediakan dengan metode tertentu, baik ditaruh dalam lumbung dengan cara digantung maupun diletakkan di lantai yang tertutup. Namun cara ini pada umumnya penyimpanannya dengan cara digantung di atas. Cara ini padi diambil jika dipergunakan untuk dimasak dengan cara dibuat atau ditumbuk terlebih dahulu.
Cara yang kedua adalah padi yang dipanen dari lahannya dirontokkan untuk diambil bulir – bulir padinya. Setelah selesai, buliran padi itu dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur. Setelah kering semua kemudian disimpan dilumbung padi. Sewaktu – waktu akan memasak maka padi tersebut dapat ditumbuk secara tradisional maupun menggunakan mesin.

Foto 1: Tahapan menanam padi gogo
Padi gogo ditanam melalui biji langsung dimasukkan dalam lubang yang sudah dibuat dan diatur sedemikian rupa. Jika sudah masuk dalam lubang kemudian lubang itu ditutup dan menunggu hingga tumbuh bertunas.

Foto 2: Tanaman padi remaja
Setelah penanaman awal dan tunas sudah tumbuh maka tahap selanjutnya adalah perawatan tanaman padi. Proses selanjutnya adalah memasak sega abang. Pada jaman dahulu masyarakat pedesaan di Kabupaten Gunungkidul memasak memakai alat – alat tradisional dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Beberapa alat tradisional yang digunakan antara lain keren (tungku), dandang (tembikar), kukusan, siwur (gayung), enthong, dan tumbu.

Foto 3: Keren besar atau tungku yang dibuat dari anah atau semen
Tungku ini berfungsi untuk tempat perapian yang merupakan sumber panas menanak sega abang. Ada dua lubang besar yaitu lubang utama dan di sampingnya juga ada lubang. Umumnya lubang yang samping untuk memasak air atau memasak yang lainnya. Lubang yang tampak dari depan adalah lubang untuk memasukkan kayu sebagai sumber perapian alami.

Foto 4: Dandang atau tembikar/bejana
Alat yang dinamakan dandang adalah untuk menampung air sebai sumber pengasapan atau kukus. Dandang umumnya dibuat dari bahan tembaga atau aluminium atau pun stensil. Dandang dimanfaat untuk mengukus sega abang yang sudah kekel atau karon. Pada jaman dahulu alat yang disebut dandang ini umumnya untuk memasak nasi dengan cara dikukus dalam jumlah yang banyak. Hal itu dimaksudkan agar sega abang yang dikukus dapat masak dengan baik dan tidak gosong selama tidak kehabisan air.

Foto 5: Kukusan
Kukusan merupakan alat memasak yang dibuat dari anyaman bamboo berbentuk kerucut. Kukusan berguna untuk mengukus sega abang. Alat dandang dan kukusan ini saat ini sudah jarang ditemukan karena sudah digantikan dengan alat lain yang dibuat dari aluminium atau stensil yang mampun berfungsi sama dengan kedua alat tersebut. Hal itu lebih praktis namun tidak mengurangi rasa dari maskan sega abang.

Foto 6:Siwu
Siwur adalah alat yang dibuat dari tempurung kelapa yang sudah tua atau keras sekali. Umumnya sudah berwarna cokal atau hitam. Alat ini diberi tangkai yang dibuat dari bahan kayu namun kadang juga dibuat dari bahan bambu. Fungsi alat ini adalah untuk mengambil air ketika memususi beras abang.

Foto 7: Enthong
Enthong merupakan alat tradisional Jawa yang dibuat dari bahan kayu yang salahsatu ujungnya dibuat pipih dan lebar. Alat ini befungsi untuk mengambil atau mengangkat nasi.

Foto 8: Tumbu
Tumbu merupakan alat rumah tangga tradisional yang dibuat dari anyaman bamboo. Alat ini berfungsi untuk membersihkan beras atau dalam bahasa Jawanya adalah untuk mususi besar abang yang akan dimasak. Alat ini saat ini kadang digantikan dengan bahan yang lebih praktis yaitu yang dibuat dari bahan plastik.
Adapun sumberdaya alam yang dimanfaatkan adalah air, kayu, dan beras merah.

Foto 9. Air dalam Genthong
Pada jaman dahulu air ditampung dalam genthong atau tempayan. Fungsinya adalah untuk membersihkan beras abang dan memasak sega abang.

Foto 10: Kayu bakar
Kayu bakar yang digunakan untuk memasak sega abang adalah kayu yang sudah tidak digunakan untuk perlengkapan rumah. Dalam bahasa Jawa disebut dengan kayu obong, yaitu kayu yang memang diperuntukkan untuk dibakar dalam masak memasak.

Foto 11: Beras merah (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2021)
Proses memasak sega abang adalah sebagai berikut beras merah atau beras abang yang siap untuk dimasak terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan air sampai kotorannya hilang. Agar sega abang yang dimasak rasanya pulen dan enak serta tidak kasap maka pada saat yang bersamaan menyalakan api ditungku untuk memanfaat air. Setelah semua siap beras yang sudah bersih kemudian dikaru atau dikekelke dengan cara diberi air panas yang tersedia diaduk – aduk beberapa menit hingga airnya kering dan beras sudah cukup mengembang kemudian didiamkan berapa menit.
Ditempat lain tungku yang sudah menyala dan terdapat airnya kemudian diberi kukusan. Setelah panas dan dibasahi air panas beras abang yang sudah dikaru tadi dimasukkan dalam kukusan kemudian ditutup dengan layah. Setelah beberapa waktu dan dirasakan sega abang sudah matang kemudian kukusan diangkat dan sega abangpun sudah masak siap untuk dikonsumsi. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui urutan gambar dibawah ini.

Foto 12: Proses membersihkan beras dari kotoran (mususi) Sumber : Dokumentasi pribadi, 2021
Pada tahapan ususi ini air dibersihkan dari debu kotoran namun air pususan tidak sampai bening sekali agar kandungan yang terdapat dalam beras merah tidak hilang.

Foto 13: Proses ngaru atau ngekel
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2021
Ngaru atau ngekel ini adalah proses awal memasak sega abang dengan cara membuat beras merah menjadi setengah matang sebelum dikukus.
Untuk mematangkan sega abang dengan baik maka setelah dikaru kemudian dikukus. Yaitu proses memasak dengan cara mengasapi dengan uap air.

Foto 15: Tahapan terakhir adang atau ngukus karon beras merah
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2021
Tahapan adang atau ngukus ini dilakukan untuk memastikan bahwa pembuatan sega abang sampai tanak atau benar-benar masak. Memerlukan beberapa menit untuk memastikannya. Hal itu tergantung sedikit banyaknya sega abang yang dibuat.

Foto 16: Sega abang (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2021)
Setelah semua proses memasak dilalui maka terakhir adalah sega abang sudah matang dan diangkat untuk ditempatkan di cething. Pada jaman dahulu peralatan yang digunakan adalah terbuat dari bahan bamboo namun sekarang sudah memakai cething yang terbuat dari alumunium. Hal itu dianggap lebih bersih dana wet serta mudah dibersihkan.
Tahapan terakhir adalah penyajian menu sega abang. Sega abang Kabupaten Gunungkidul disajikan bersama perlengkapan makan yang lain, yaitu sayur lombok ijo, daging empal, wader, serta pelengkap lainnya. Pada saat ini dengan berbagai kreatifitas dan inovasi, penyajian menu sega abang Kabupaten Gunungkidul semakin lengkap. Namun demikian, secara umum masih mempertahankan menu tradisional sega abang yang terdiri dari sega abang, jangan lombok ijo, dan lauk daging empal. Beberapa tambahan sebagai pelengkap antara lain sayur brongos mlinjo, wader pari, ayam kamung dan daun pepaya.
Baca juga: Perkembangan Jangan Lombok Ijo
Hal itu dilakukan sebagai pemenuhan dan tuntutan dalam pelayanan terhadap konsumen yang semakin menghendaki keanekaragaman menu. Meski demikian, warung makan sega abang dan lombok ijo masih tetap mempertahankan ketradisionalannya dengan mempertahankan menu sega abangnya.
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat. Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di 081232999470.
No responses yet