Eksistensi wong kalang di Kotagede tidak dapat dilepaskan dari masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Sultan Agung mengumpulkan Wong Kalang yang tersebar di berbagai daerah untuk dipekerjakan dalam pembangunan Kraton di Kerta dan Pleret. Mereka dibuatkan semacam camp besar dengan penjagaan ketat. Ini akhirnya memunculkan pendapat baru tentang nama Kalang. Dalam bahasa Jawa, Kalang artinya di buatkan penghalang, lingkaran, ruang atau halaman, dengan mengambil kata kerja “dikalangi” (dilingkari). Untuk mengkoordinir masyarakat Kalang ditunjuk salah satu diantara mereka yang paling dihormati dan diberi pangkat Tumenggung. Lewat Tumenggung ini berbagai perintah kerja diberikan. Tugas mereka masih sama, yakni kerja kasar layaknya budak. Menebang dan mengangkut kayu pohon, menjadi kuli panggul dan lain sebagainya. Selain itu beberapa orang diantara mereka diambil kalangan bangsawan sebagai abdi dalem untuk mengerjakan tugas-tugas kasar di rumah mereka masing-masing.
Catatan bangsa Eropa tentang golongan Kalang ini antara lain bahwa mereka yang berada di Rembang dan Pati waktu itu bekerja sebagai penebang pohon. Catatan lain lebih memperjelas keberadaan mereka di Jawa Tengah, yaitu menebang dan mengangkut kayu, membuat “gorab” dan kapal perang. Mereka juga memiliki sejumlah ketua yang salah satunya bergelar Tumenggung. Pada perkembangan selanjutnya, ternyata Wong Kalang sudah mendiami beberapa kota di pedalaman Jawa seperti di Petanahan dan Ambal di Kebumen, Pekalongan, Madiun, Tulungagung, Surabaya dan Banyuwangi.
No responses yet