Nasi Liwet Khas Solo

Hampir seluruh daerah memiliki makanan tradisional yang khas. ke khas-an ini dapat digunakan untuk menarik minat wisatawan untuk mengunjungi kota tersebut, tak terkecuali dengan kota Solo. Di Solo terdapat satu makanan tradisional yang menjadi ikon kulinernya, yaitu Nasi Liwet Solo. Nasi Liwet Solo dapat dikatakan sebagai salah satu kuliner tradisional yang potensial sebagai tujuan wisata kuliner di Solo.

Nasi liwet solo adalah nasi gurih yang disajikan bersama dengan sayur labu siam, ayam suwir, areh putih (kumut), dan telur kukus. Lazimnya nasi liwet dinikmati bersamaan dengan krupuk rambak. Nasi liwet merupakan makanan dengan satu set menu (one dish meal) yang mengenyangkan. Nasi liwet masih disajikan secara tradisional, yakni disajikan menggunakan saun pisang yang dibentuk sebagai pincuk atau piring beralas daun pisang. Dan untuk menyendoknya bisa menggunakan sendok atau suru (sendok yang berasal dari daun pisang).

Pada umumnya nasi liwet memiliki cita rasa yang sama, yaitu gurih dan lembut. Aroma nasi liwet yang khas dihasilkan dari komposisi bumbu yang digunakan, cara memasaknya yang masih menggunakan kayu bakar, dan penyajiannya yang masih menggunakan daun pisang.

Menurut pengamat kebudayaan dari Keraton Kasunanan Surakarta (Kanjeng Gusti PangeranHaryo Dipokusumo), Keraton Surakarta biasa menyajikan jenang lemu dan sega liwet untuk kepentingan ritual. Sesudah itu makanan tersebut dibagikan kepada masyarakatyang lewat di depan Kori Kamandungan (pintu gerbang keraton).  Sebenarnya tradisi ini sudah ada sejak sebelum kerajaan Mataran Islam muncul. Hal ini tercatat di prasasti-prasasti Jawa pada abad ke 9 adanya pembagian makanan dalam pesta dan upacara yang dihadiri pejabat atau pemuka agama. Dalam kesempatan itu, sang raja mengizinkan hadirin memakan hidangannya, yang disebut dengan istilah rajamangsa. Bedanya, pada masa jawa kuno itu, rakyat jelata hanya boleh menonton. Sayangnya dalam prasasti itu tidak dijelaskan secara detail apa saja jenis makanannya.

Jika dihubungkan dengan kegunaan nasi gurih dalam ritual di keraton, yaitu untuk memuliakan Nabi Muhammad SAW, maka dapat diprediksi bahwa masakan nasi gurih ini mulai dikenal sejak masuknya agama Islam, atau sejak berdirinya kerajaan Mataram Islam pada tahun 1582. Menurut pengetahuan masyrakat Jawa pada masa itu, Nabi Muhammad SAW menyukai nasi samin. Karena tidak memiliki minyak samin untuk membuatnya, maka mereka membuat nasi gurih di setiap hari kelahiran Nabi Muhammad dan di setiap upacara atau ritual tertentu guna memuliakan Rasulullah.

Tidak ada yang menjelaskan secara pasti kapan nasi liwet ala Menuran ini mulai ada. Namun nasi liwet dari Menuran telah dikenal di istana pada abad ke 19 pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana ke IX. Saat itu, nasi liwet ini menjadi kudapan favorit raja dan para abdi dalem.

Seperti makanan tradisional lan, nasi liwet solo pun mempunyai filosofi. Karena itu makna simbol biasanya adalah sesuatu yang luhur dan merupakan harapan baik yang dipanjatkan kepad Tuhan Yang Maha Esa. Bagi masyarakat Jawa, nampaknya lebih mudah untuk mengekspresikan harapan atau doanya dalam bentuk benda-benda, karena terasa lebih nyata. Bisa jadi, karena tampak lebih nyata, maka tidak mengherankan kalau biasanya doanya mudah terkabul. Berikut adalah pemaknaan atau simbol yang umum dari kelengkapan nasi gurih:

  1. Kedelai hitam: bisa bermakna noda dan dosa dalam diri yang seharusnya dihilangkan.
  2. Kembang setaman: bisa sebagai perlambang penghormatan pada para leluhur.
  3. Kinang: bisa berarti agar selalu menjaga ucapan hanya yang baik-baik saja.
  4. Ingkung ayam (ayam panggang): melambangkan pengorbanan yang tulus dan ucapan terimakasih baik kepad Tuhan maupun kepada leluhur yang telah memberikan keselamatan dan perlindungan.
  5. Pisang raja: memiliki makna simbolik agar hidup orang yang menyelenggarakan hajatan memiliki kewibawaan dan kesejahteraan seperti seorang raja.
  6. Sayur lodeh: bermakna agar dikaruniai rejeki dan kebutuhan hidup yang serba lebih.
  7. Uang receh dan bahan mentah: ditakutkan apa yang disuguhkan kurang, dengan uang dan bahan mentah tersebut diharapkan bisa melengkapi dan tidak menyebabkan bencana.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 × four =

Latest Comments