Manuskrip merupakan koleksi langka yang dipunyai oleh setiap bangsa di belahan dunia. Masyarakat bisa mempelajari perjalanan hidup leluhurnya melalui naskah lama yang telah dianggit leluhurnya. Manuskrip sangat penting utuk dikaji dan dijaga kelestariannya karena ini merupakan jejeak sejarah yang sangat penting. Ini juga merupakan warisan masa lampau yang memuat pengetahuan yang berkaitan dengan realitas atau kondisi sosiokultural yang berlainan dengan kondisi sekarang.
Manuskrip juga mengandung informasi yang tak sembarangan dari bidang sastra, agama, hukum, adat istiadat, dan lannya. Informasi yang berada di manuskrip dapat membantu atau menjadi panduan bagi penekun sejarah maupun peneliti di bidang humaniora tatkala mempelajari topik yang dikajinya. Contohnya adalah Ramayana Kekawin.
Ramayan Kekawin ini sudah didaftarkan oleh Yatini Wahyuningsih, SE, M.Si pada tanggal 28 Juni 2021 di Surakarta. Ramayana Kekawin ini merupakan adaptasi dari kisah Ramayana. Kisah mengenai perlawanan epik (cinta) antara Rama yang menjadi raja Ngyodya dengan Dasamuka (Rahwana) yang menhuasai Ngslengka. Mereka memperebutkan Sinta. Ramayana dikarang oleh Empu Yogiswara dengan perkiraan tahun sebelum 930 Masehi atau era pemerintahan Dyah Balitung (Mataram). Karangan Ramayana ini kemudian ditulis ulang di Surakarta pada 1783 oleh juru tulis Sandrapate. Ramayana biasanya disusun untuk diberikan kepada putra mahkota yang hendak memerintah.
Manuskrip Ramayana Jawa Kuno dalam bentuk kekawin, dibuka dengan Bramara, “Ana ta sira ratu ddhibya rengeng.” Pupuh kedua dalam Basonta, “Kawit saratsamaya kalanira para ngke.” Pupuh sebelum terakhir dalam Langenjiwa, “Ksma sahana-hana asujana kusala sapala pinuji pinaraga siguna.” Pupuh terakhir dalam Astakola, membentuktanda penerbit, “yeki karaning ulun tumiru sotani carita niranjana priya.”
Manuskrip ini dianggit untuk putra mahkota Karaton Surakarta berusia 13 tahun, “Sang Maha Narpaputranom tarlen, jengira pangran Dipatya Taruna.” Yang kelak bergelar I.S.K.S. Pakubuwana V. Salinan tertanggal Buda Kliwon, 16 Rajab Ehe 1724 (3 Januari 1798); “sangkala, “jalaniddji [4] boja [2] groaning [7] rat [1]”.
Tahun pembuatan teks ini dicantumkan dalam sebuah sengkalan yang berbunyi: Trus [9]Sah[0]Saptaning[7]Sang Raja[1], atau Tahun Jawa 1709. Teks ini merekam cerita Ramayana yang ditulis dalam bentuk tembang beraksara dan berbahasa Jawa.
Berdasarkan alur ceritanya, teks ini merupakan adaptasi dari cerita Ramayana karangan Walmiki, yang disadur Empu Yogiswara. Teks ini ditulis ulang pada tahun 1783, dengan juru tulis Sadarapete dan jumlah halaman 587. Pada beberapa bagian halaman memiliki iluminasi yang sangat indah dengan dihiasi tinta berwarna penuh dibubuhhi oleh warna emas.
Sampai saat ini, manuskrip ini masih bertahan dengan upaya pelestariannya berupa promosi langsung dan juga promosi melalui mulut ke mulut (promosei lesan). Kini dokumentasi itu berupa naskah, mikrofilm, dan foto digital.