Klenteng Hok Tek Bio Brebes

Keberadaan orang Tionghoa di Indonesia hidup berdampingan dengan baik dengan penduduk setempat. Mereka hidup membaur dan saling membawa budaya masing-masing. Orang Tionghoa hidup dengan berdagang, bertani dan menjadi tukang. Umumnya, mereka memilih untuk menkah dengan pribumi untuk menetap dan kemudian lahirlah keturunan campuran.  Mereka mendirikan pecinan atau kampung Cina yang mana merujuk pada sebuah wilayah yang isinya kebanyakan orang Tionghoa. Yang mana dalam wilayah itu juga terdaat pemakaman atau kuburan yang biasa disebut dengan “Bong” dan juga tempat ibadahnya, yaitu “klenteng”.

Di wilayah Brebes terdapat pecinan yang dibuktikan dengan adanya dua klenteng, pertama adalah klenteng Hok Tek Cheng Sin yang berlokasi di Kecamatan Losari, dan yang kedua adalah klenteng Hok Tek Bio, berlokasi di kecamatan Brebers.

Menurut Giam Liang Tek, Hok berarti reseki, Tek berarti bijaksana, dan Bio berarti tempat peribadatan. Dalam hal ini dapat di simpulkan bahwa Hok Tek Bio berarti tempat yang digunakan untuk peribadatan, dengan harapan orang gyang beribadah akan menjadi pribadi yang bijaksana dan murah rezeki. Klenteng ini mengutamakan Dewa Bumi, karena Masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani.

Klenteng ini dibangun pada tahun 1842, awalnya berupa klenteng kecil, yang kemudian mengalami pemugaran pada tahun 1902. Pada tahun 2005 Klenteng ini mengalami pemugaran yang kedua, dan pemugaran ini selesai pada tahun 2008.

Klenteng ini masuk dalam cagar budaya pemerintah Kabupaten Brebes. Keberadaan Klenteng ini, tidka hanya sebagai bangunan fisik  yang kokoh saja, tetapi juga karena keberadaan klenteng ini menjadi penghubung interaksi dengan masyarakat sekitar yang menimbulkan pencampuran budaya. Dalam klenteng ini terdapat banyak sekali potensi nilai-nilai keberagaman yang disimbolkan dari klenteng itu sendiri. Keberagaman itu terbagi menjadi keberagaman fisik dan non fisik. Adapun keberagaman fisiknya antara lain:

  1. Wuwungan berbentuk melengkung, memiliki filosofi berusaha mencapai puncak tertinggi. Wuwungan ini terdapat pencampuran dari unsur Jawa dan Malaysia.
  2. Motif mega mendung, merupakan nilai kebudayaan yang diadopsi dari kultur Jawa (Jawa Barat)
  3. Tema bunga-bungaan yang tidak harus bunga teratai
  4. Altar utama, tempat untuk meminta izin terlebih dahulu kepada Tuhan sebelum memasuki bagian dalam Klenteng atau sebelum beribadah pada dewa-dewi.
  5. Daun pintu yang terdapat gambar dua jenderal besar yang diukir dari ukiran Jepara, berarti klenteng ini juga memadukan dengan kesenian dari Jawa, terutama ukiran.
  6. Warna-warna yang mencolok, warna merah dan coklat menjadi warna yang mendominasi setiap bagunan klenteng dipercaya melambangkan kegembiraan, kebahagiaan dan kekayaan. Hitam melambangkan energi positif.
  7. Yin dan yang, berarti bahwa tidak ada satupun makhluk yang sempurna, yang buruk memiliki setitik kebaikan dan yang baik p[un memiliki setitik keburukan.
  8. Nabi Kong Hu Cu dan dewa maupun dewi, berarti seperti halnya agama lain yang memiliki panutan lain untuk dijadikan tauladan.

Adapun simbol keberagaman non fisik nya adalah:

  1. Tradisi Gunungan atau upacara penembayangan (sembahyang) arwah umum atau arwah-arwah yang tidak terpelihara.
  2. Nilai-nilai sastra yang terkandung dalam kayu nasib dan kayu obat, dimana angka berapapun yang keluar kemudia mendapat jawaban dari kertas jawaban yang menggunakan istilah-istilah tertentu. Dalam kertas tersebut berisi kalimat yang mempunyai daya penafsiran.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

17 − seventeen =

Latest Comments