Nopia adalah kue tradisional yang relatif sulit untuk didapatkan selain di sekitar daerah Banyumas, Purbalingga dan juga kota Purwokerto. Kue tradisional adalah warisan budaya, adapun budaya, panorama alam, iklim dan aktifitas wisata merupakan atribut-atribut positif dalam sebuah wilayah yang dapat menjadi atraksi wisata (Metelka dalam Suryadana, t.t.). Nopia adalah kue tradisional yang lahir dari akulturasi budaya Tionghoa di daerah Banyumas. Nopia memiliki beberapa nila-nilai filosofi yakni: 1) kecerdikan akal budi; 2) egaliter dalam nilai-nilai luhur; 3) gotong royong; dan 4) penyelesaian masalah secara koperatif.
Kue tradisional nopia dan mini nopia (mino) ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kulit dan bagian isi. Bagian kulit terbuat dari campuran tepung terigu, gula pasir, vanili, air, dan minyak goreng, kemudian seluruh bahan-bahan tadi diaduk hingga menjadi adonan yang kalis dan kenyal. Bagian isi nopia terbuat dari campuran tepung terigu dan gula merah yang telah dicairkan dengan cara dimasak, campuran itu kemudian diuleni hingga tercampur rata. Sedangkan untuk bagian isi nopia rasa cokelat terbuat dari bahan-bahan tepung terigu, air, coklat bubuk, susu kental manis dan mentega. Bahan-bahan tersebut kemudian diuleni hingga menyatu.
Nopia yang orisinal berwarna putih terigu alami dan memiliki isian dengan cita rasa brambang atau rasa bawang. Namun sekarang, selain warnanya yang beraneka warna (hijau, merah dan putih), nopia juga telah memiliki beberapa varian isi aneka rasa, seperti rasa durian, rasa, nangka, rasa coklat dan lain-lain. Proses pewarnaan nopia masih menggunakan bahan-bahan tradisional, untuk varian warna hijau digunakan pewarna alami dari perasan daun pandan (Pandanus Amaryllifolius), sedangkan untuk varian warna merah digunakan pewarna alami dari hasil seduhan kulit kayu secang (Biancaea Sappan). Variasi warna dan rasa nopia dan mino tersebut dilakukan demi untuk menarik minat para pembeli.
Nopia dan mino dibuat dengan cara membungkus bahan isian dengan adonan kulit, lalu dipanggang dengan menggunakan tungku tradisional berbahan bakar kayu bakar. Tempat memanggang nopia sangat unik dan berbeda dengan oven pemanggang konvensional. Tungku pemanggangan nopia berbentuk seperti gentong besar yang dimasukkan kayu bakar kedalamnya, lalu setelah tungku berbentuk gentong itu cukup panas, maka nopia yang akan dipanggang ditempelkan di seluruh permukaan bagian dalam gentong besar tersebut hingga matang yang ditandai dengan perubahan warna menjadi agak kecoklatan. Nopia yang sudah matang lalu diambil dengan menggunakan alat khusus agar tidak terjatuh ke bagian dasar gentong yang berisikan kayu bakar. Cara pembuatan kue nopia dan mino secara tradisional ini telah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.
Kata kunci: Konsultan pariwisata, penelitian pariwisata, kajian pariwisata
Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470
No responses yet