Moderasi beragama : sikap dan ekspresi publik

Moderasi beragama dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan tindakan yang tidak mengambil jalan ekstrem ataupun diskriminatif ketika umat beriman mengungkapkan keberagamaannya. Sikap di tengah ini bukan sikap plin-plan, tetapi sikap adil, berempati, dan memperhatikan kemanusiaan sesama “sang liyan” (the others) yang berlatar majemuk, saat agama itu hendak mempersaksikan keyakinannya dalam kehidupan sosial. Catatan bahkan kritik yang terlalu memberi kesan bahwa moderasi beragama adalah sejenis proses  lanjutan  dari  “obsesi  perukunan”  oleh  negara, sehingga yang hendak direkayasa adalah ketertiban  sosial  daripada  kebebasan  beragama  (Bagir  &  Sormin,  2022:  64).

modal sosial dan kultural kemajemukanlah yang hendak diartikulasi dalam program  Moderasi  Beragama  ini,  sehingga  penegasan  awal  saat  moderasi  menjadi  sebuah  program  pemerintah  adalah  posisi  kemitraan  negara  dan  masyarakat  dalam  hal  pembinaan  kehidupan  beragama.  Tentu  saja  di  era  yang  semakin  demokratis  seperti  saat  ini,  kemitraan  atau partnership  di  atas  sungguh  diperlukan,  bukan saja karena partisipasi masyarakat semakin menjadi  hal  esensial  dalam  penyelenggaraan  negara  demokratis,  tetapi  juga    mengingat  kelengkapan ataupun fasilitas pemerintah sudah lebih  memadai  dibandingkan  dengan  fasilitas  yang ada di dalam masyarakat.

Dengan demikian, hal yang dipahami sebagai nilai keluhuran yang ada  dalam  agama-agama  diterjemahkan  dan  difasilitasi  bersama-sama  oleh  pemerintah  dan  masyarakat  sebagai  sebentuk  public  platformmoderasi.  Hal itu  berfungsi  menciptakan  basis  kehidupan bersama yang toleran, anti-kekerasan, serta   mendukung   tradisi   lokal   serta   spirit   kebangsaan Indonesia. Moderasi Beragama itu juga menegaskan 4  indikator  perwujudan  moderasi  beragama.  Indikator   yang   dianggap   sebagai   isyarat   keberhasilan  proses  moderasi  ini  antara  lain  komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Dari indikator tersebut, semakin jelaslah bahwa virtuemoderasi  adalah  nilai  utama  dan  pandu  agama-agama  di  ruang  publik.  Ke  empat  indikator  itu  secara  umum  tampak  sebagai  hal  yang  tidak  berlawanan  dengan  khazanah  teologis  agama-agama  mana  pun.

Moderasi beragama adalah suatu ekspresi publik agama-agama yang dianggap paling relevan untuk masa kini di tengah konteks kemajemukan dan perkembangan demokrasi di Indonesia. Dengan menerapkan moderasi beragama itu, diharapkan jalur   ekstremisme   dapat   dicegah, bahkan   dengan  moderasi  ini  agama  didorong  untuk  mengaktualkan  lagi  panggilan  kerohaniannya  yang terdalam demi kemaslahatan umat manusia. Secara unik, gerakan penguatan moderasi beragama  ini,  walau  dimotori  oleh  Kemenag  RI,  bukanlah  terutama  suatu  desain  politik  pemerintah  untuk  ketertiban  sosial.

Kemenag RI di sini hendak menginspirasi umat beragama agar mengambil jalan moderasi di ruang publik. Oleh karena itu, agama  diminta  mengaktualkan  virtue  yang  ada  padanya,  yaitu  sikap  adil,  wasathiyah,  tidak  diskriminatif,  dan  inklusif.  Ekspresi  publik  dengan  watak  moderat  ini  adalah  hal  yang  dapat,  bahkan  lazim,  nyata  di  masyarakat  Indonesia,  sebab  proses  panjang  dialog  dan  interaksi  antaragama  telah  membuat  agama-agama semakin matang dalam kehadiran sosialnya. Lebih lanjut, dengan gerakan moderasi ini  agama  dapat  dengan  leluasa  menghadirkan  siar  dan  ikhtiar  publiknya,  karena  proses  civil society yang bersifat penguatan sosial yang jadi model keagenan sosial ataupun gerakannya

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 + 1 =

Latest Comments