Upacara penguburan telah menjadi ikon yang sangat penting bagi pariwisata di Toraja, terutama Toraja Utara. Seluruh perhatian penduduk, termasuk Pemerintah Daerah Toraja Utara akan terpusat kepada kegiatan ritual ini. Bangunan Rumah (Tongkonan) dan Lumbung Padi (Alang) tetap terpelihara dan dijaga untuk melaksanakan upacara tersebut, sehingga keberadaan Rumah tradisional tersebut tetap terjaga keberlanjutannya. Penyuluhan tentang Konservasi Lahan Dan Bangunan Kompleks Upacara Adat Rambu Solo’ (Studi Kasus Upacara Adat Rambu Solo’ Di Siguntu Kabupaten Toraja Utara Sulawesi Selatan) diawali dengan penelitian perdana tentang upacara adat Rambu Solo’ di Toraja Utara yang dilakukan oleh peneliti pada tahun 2017 di rumah dinas Bupati Toraja Utara Bapak Kalatiku Paembonan. Penyuluhan ini mendapat sambutan hangat dan dukungan dari Bapak Bupati Toraja Utara, Bapak Kalatiku Paembonan.
Masyarakat Toraja mencurahkan banyak waktu dan upaya untuk merawat nenek moyang mereka dengan menggunakan upacara pemakaman adat yang rumit yang diselingi dengan arak-arakan dan tontonan penyembelihan kerbau, babi, rusa dan semua hewan yang ada di daerah tersebut. Masyarakat Toraja percaya bahwa leluhur yang tinggal di surga akan berpartisipasi langsung dalam kesejahteraan dunia lewat berkat mereka. Upacara ini mengandung nilai ritual memandang hubungan transendental relasi manusia dengan pencipta, menggambarkan konsep alam semesta, serta mengantarkan pada perpindahan alam dunia. Rangkaian Upacara PemakamanRambu Solo dimulai dengan Tarian Ma’badong.
Rambu Solo sendiri berarti pesta adat pemakaman masyarakat Toraja yang memiliki makna mengantarkan arwah ke tempat peristirahatannya. Untuk masyarakat Toraja, kematian bukanlah sesuatu yang ditakuti, sebaliknya harus dirayakan, karena berarti mengantarkan seseorang ke alam barunya setelah menyelesaikan waktu hidup di dunia
Rumah Tongkonan Toraja Utara di Sulawesi Selatan, yang berupa bangunan monumen maupun bangunan rakyat, menyimpan warisan budaya yang tak terkira nilainya. Bukan hanya dari segi perwujudan arsitekturalnya saja, namun juga dari segi kekayaan ilmu pengetahuan konstruksi bangunan. Ketangguhan Rumah tongkonan di Toraja Utara telah teruji oleh tantangan alam selama ratusan tahun. Upaya pelestarian telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui pemerintah daerah setempat, dengan diterbitkannya Undang-Undang RI No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang merupakan pembaharuan dari Undang-Undang RI No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Dalam konservasi cagar budaya dikenal dua prinsip utama yakni autentisitas dan reversibilitas. Auntentisitas adalah prinsip untuk melakukan sekecil-kecilnya treatmen untuk mempertahankan keaslian dari benda maupun bangunan cagar budaya, sementara itu reversibilitas adalah prinsip di mana setiap treatmen yang dilakukan dapat dihilangkan kembali sehingga benda atau bangunan tidak berubah penampilannya ketika treatmen dihilangkan. Oleh sebab itu, bahan-bahan alami dan cara-cara tradisional yang digali dari pengetahuan etnis-etnis di Indonesia menjadi cara yang patut untuk diperhitungkan dalam upaya konservasi kayu dan non kayu.
Indonesia sebagai salah satu 312 amboo yang berada diwilayah tropis serta kaya akan budaya memiliki banyak tinggalan-tinggalan budaya material terutama benda atau bangunan yang terbuat dari kayu. Bila ditelusuri 313amboo seluruh etnis yang ada di Indonesia memiliki rumah tradisional yang terbuat dari kayu Akan tetapi dalam bentuk bangunan tradisional, kebanyakan bangunan tradisional yang menjadi cagar budaya terbuat dari kayu, seperti bagian-bagian tertentu dari bangunan kraton, masjid-masjid kuna, serta bangunan-bangunan tradisional etnis-etnis di Indonesia yang boleh dikatakan cukup tua, belum lagi berbagai benda dengan material kayu yang menjadi barang-barang etnik.
Bambu merupakan bahan alami yang sangat dipertimbangkan sebagai bahan bangunan non kayu di Indonesia. Namun, aplikasi 313amboo di dunia konstruksi belum banyak dijumpai. Salah satu penyebabnya adalah bentuk batang 313amboo yang tidak 313amboo313ic. Bambu laminasi dapat digunakan sebagai solusi dalam mengatasi ketidak prismatisan batang. Bambu laminasi terbuat dari bilah-bilah 313 amboo yang direkatkan dengan perekat sehingga mempunyai dimensi (panjang, lebar dan tinggi) yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
Pada penyuluhan di kota Rante Pao telah disampaikan bagaimana persiapan pemanfaatan material bambu dan material kayu waktu sebelum dan sesudah pembangunan rumah tongkonan dan rumah alang.Tujuan nya supaya keberadaan umur bangunan rumah tongkonan lebih lama dengan kondisi yang kuat dan tetap ber estetika. Begitupula lingkungan sekitar lingkungan rumah tongkonan dan rumah alang perlu dilakukan pekerjaan reboisasi penanaman kembali bambu dan kayu sehingga mampu melestarikan kawasan rumah tongkonan secara berkelanjutannya. gagasan penggunan rekayasa material bambu dan rekayasa material kayu perlu dipertimbangkan secara serius yang didukung oleh regulasi oleh pemda toraja utara sehingga dapat mendukung dan melestarikan kawasan tongkonan tetap hijau.
No responses yet