Rap di Freiburg: Ekspresi Identitas dan Respons Kelas Sosial

Musik merupakan salah satu bagian dari  seni  yang  akan  selalu  mengiringi  kehidupan kita dari lahir,  hingga  kematian  menjemput.  Musik  adalah  bagian  dari  kehidupan   sehari-hari (Kosina 2002, 4), seperti lagu Nina Bobo dikumandangkan untuk menemani seorang anak  sampai  tertidur dan lagu-lagu rohani  dikumandangkan  ketika  seseorang sedang butuh kekuatan spiritual atau ketika berada di obituari. Tak hanya itu, musik juga dimainkan sebagai tribute atau penghormatan kepada tokoh atau musisi-musisi ternama yang melegenda atau telah berpulang. Musik dapat berupa lagu yang memiliki lirik dan iringan musik tertentu dan dapat berupa instrumen untuk mengiringi pertunjukan seni dan acara lainnya. Hal ini menunjukkan eksistensi musik yang tak dapat kita sangkal. Tak hanya sebagai pengiring siklus kehidupan dan hiburan untuk manusia, musik pun dapat menjadi alat untuk merangkul segala perbedaan untuk melawan segala aksi diskriminasi dan ketimpangan sosial lainnya, seperti yang dilakukan oleh kaum imigran Afrika di Prancis; dan Turki di Jerman; dalam genre musik rap.

Proses kemunculan musik memang sama, tetapi karakter yang unik telah ditemukan diberbagai  daerah  sebagai  hasil  perpaduan  karakter  musik  rap  dari  tempat  asalnya  berpadu dengan ciri khas tempat di mana ia dikembangkan lebih lanjut. Karakter tersebut dapat dilihat  dari  pemilihan  bahasa,  istilah-istilah  yang  digunakan  ke  dalam  lirik  atau karyanya, serta bagaimana si rapper memosisikan dirinya dalam karyanya sendiri: apakah ia sebagai  pengamat,  pelaku,  atau  mengambil  kedua  sudut  pandang  tersebut.  Apabila kita memperhitungkan tren, ide, dan lokasi dari mana para rapper tinggal/berasal, maka pandangan individu terhadap komunitasnya juga akan semakin menonjol.

Rap yang merupakan bagian dari budaya hip-hop ini cepat diterima oleh kalangan muda di awal kemunculannya, terutama kalangan muda keturunan imigran (Franz 2015). Sebagaimana kemunculannya untuk menuntut keterlibatan sosial dan gerakan politik di tempat asalanya (Amerika Serikat), maka kalangan muda dan keturunan  imigran  dari  negara lain  menggunakan  genre  ini  untuk  menyuarakan  tuntutan  identitas  mereka,  sebagai bagian dari negara di mana mereka tinggal. Salah satu negara yang juga tak luput dari persebaran genre rap adalah Jerman, yang juga diperkenalkan oleh kalangan pemuda keturunan imigran. Genre ini hadir di Jerman pada tahun 1980an dan dibawakan oleh para rapperyang memiliki riwayat keturunan imigran.  Rapper-rapper ini terdiri dari kalangan diaspora muda (kebanyakan Turki) yang mengidentifikasi diri mereka sebagai ‘Orang Kulit Hitam Jerman’, sebagaimana mereka mengadaptasi isu yang sama dari Amerika Serikat, seperti nasionalisme dan kewarganegaraan (Bennett 1999; Elflein 1998 dalam Connel dan Gibson 2002). Hal tersebut mengindikasikan, bahwa musik rap dapat digunakan sebagai media untuk menyampaikan pengalaman eksklusi sosial. Musik rap juga dapat digunakan untuk merespon kategori sosial lainnya, seperti hal-hal yang berkaitan dengan kelas sosial, gender, agama, maupun ras. Tidak hanya itu, musik rap juga dapat menjadi media penegasan akan identitas diri, menunjukkan siapa dirinya dan bagaimana ia memandang lingkungan sekitar, atau mungkin pengalaman hidupnya.

Musik   memiliki   berbagai   fungsi   dalam   kehidupan   sehari-hari   sejak   dulu. Musik   digunakan untuk mengiringi pertunjukan  tari;  mengorganisir  pekerjaan  dan  perang;  dalam upacara-upacara dan ritual; untuk menandai momen kelahiran, pernikahan, dan kematian; merayakan panen dan penobatan; dan mengartikulasi keyakinan religius dan praktik-praktik tradisional (Frith 2003, 99). Musik dalam banyak kebudayaan berfungsi untuk mengintegrasi masyarakatnya  (Rice  2004,  45),  juga  memiliki  peranan  penting  dalam memahami diri dan identitas mereka, formasi dan makanan kelompok sosialnya, untuk  komunikasi  spiritual  dan  emosional,  pergerakan  politik,  dan  aspek  dasar  sosial  lainnya (Turino 2008, 1-2). Salah satu poin penting musik dalam kehidupan sosial adalah pembentukan identitas, yang tercipta  melalui  kategorisasi-kategorisasi  yang  dilekatkan  oleh musisi berdasarkan konteks-konteks tertentu.

Mendiskusikan  kategorisasi  atau  kategori  sosial,  kita  akan  selalu  berhadapan  dengan seperangkat masalah tentang pengakuan, bagaimana seseorang mengakui orang lain  dan  sebaliknya.  Tinggal  dalam  kehidupan  sosial  yang  lebih  luas,  penamaan  atau  klasifikasi  seseorang  adalah  hal  penting  untuk  seorang  manusia.  Klasifikasi-klasifikasi  ini akan mengarah ke kategorisasi sosial yang digunakan untuk menunjukkan preferensi terhadap atau kolektifitas dengan sekelompok anggota dalam sebuah kategori. Jika mereka melakukan ini, mereka  mampu  mengonstitusi  sebuah  kelompok  sosial  (Banton  dalam  Banton 2013, 1).

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

five × four =

Latest Comments