SERAT NAWAWI

Manuskrip merupakan koleksi langka yang dipunyai oleh setiap bangsa di belahan dunia. Masyarakat bisa mempelajari perjalanan hidup leluhurnya melalui naskah lama yang telah dianggit leluhurnya. Manuskrip sangat penting utuk dikaji dan dijaga kelestariannya karena ini merupakan jejeak sejarah yang sangat penting. Ini juga merupakan warisan masa lampau yang memuat pengetahuan yang berkaitan dengan realitas atau kondisi sosiokultural yang berlainan dengan kondisi sekarang.

Manuskrip juga mengandung informasi yang tak sembarangan dari bidang sastra, agama, hukum, adat istiadat, dan lannya. Informasi yang berada di manuskrip dapat membantu atau menjadi panduan bagi penekun sejarah maupun peneliti di bidang humaniora tatkala mempelajari topik yang dikajinya.  Contohnya adalah serat nawawi.

Serat Nawawi atau Serat Sultan Ibrahim ini sudah didaftarkan oleh Yatini Wahyuningsih, SE, M.Si pada 28 Juni 2021 di Surakarta. Serat nawawi ini ditulis pada tahun 1884 di Surakarta yang dibagi menjadi tiga bagian besar. Yang mana masing-masing membicarakan tentang sejarah islam, ilmu kenegaraan, dan hakikat huruf dalam bahasa Jawa. Serat nawawi disajikan dalam bentuk macapat yang kaya akan teladan moral keislaman. Bagian didalam serat nawawi merupakan adaptasi dari Bustanus as Salatin karya Nuruddin ar-Raniri yang dibuat pada abad XVII. Serat nawawi ini berjumlah 305 halaman.

Manuskrip ini merupakan salinan dari draf manuskrip tertanggal 7 Rajab Be 1760 (30 November 1832); sangkala, “tanpa [0] mongsa [6] swaraning [7] wong [1].” Naskah tersebut berisi kumpulan tiga bagian tulisan perihal sejarah islam, ilmu kenegaraan, dan bahasa jawa terutama tentang hakikat huruf.

Bagian pertama mengisahkan tokoh sufi bernama Ibrahim bin Adham (dalam karya sastra disebut Sultan). Kisah Sultan Ibrahim memuat pengetahuan etika Islam. Ajaran etika ini diperuntukkan bagi para pemimpin serta raja muslim, nabi dan barisan orang suci, yang ditutup dengan ilmu wajah. Juga berisi ajaran untuk para pemimpin, rangkaian kisah nabi dan orang shalih. Bagian kedua dari kitab ini menceritakan nitipraja, yaitu ilmu kenegaraan. Bagian ini ditulis menggunakan metrum tembang macapat. Sedangkan bagian ketiga menyajikan pengetahuan carakabasa berupa penjelasan makna dan hakikat yang terkandung dalam huruf jawa.

Sampai saat ini, serat nawawi ini masih bertahan dengan upaya pelestarian promosi secara langsung dan promosi secara lesan (dari mulut ke mulut).

Kami selaku konsultan pariwisata mengucapkan terimakasih kepada Instansi terkait atas kepercayaan dan kerjasamanya. Demikian artikel penelitian pariwisata ini disusun, semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pembangunan pariwisata setempat.

Kata kunci: Konsultan pariwisata, penelitian pariwisata, kajian pariwisata

Untuk informasi mengenai penelitian pariwisata, berupa kajian atau pendampingan lebih lanjut dapat menghubungi Admin kami di +62 812-3299-9470

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

three × 5 =

Latest Comments