Nama atau kata Asthabrata berasal dari dua kata, yakni astha dan brata. Kata astha merupakan kosa kata dalam bahasa Jawa kuno atau Sanskerta. Kata astha berarti ‘delapan’. Sementara itu, kata brata merupakan kosa kata Jawa baru yang berasal dari kosa kata Jawa kuno. Kata brata berarti ‘laku’. Kata ‘laku’ dapat juga disejajarkan dengan sikap, tindakan, atau sejenisnya. Kata laku dapat juga disejajarkan dengan kata watak atau sifat. Dengan demikian, Asthabrata dapat dimaknai ‘delapan laku’ atau ‘delapan watak’ atau ‘delapan sifat’. Kata astha juga dekat dengan kata astha yang berarti membawa atau memegang. Dari kata astha dapat dibentuk menjadi ngasta artinya memegang. Jika dihubungkan dengan makna Asthabrata, nama Asthabrata dapat berarti tindakan atau laku memegang; dan yang dipegang adalah negara. Jadi Asthabrata dapat diartikan sebagai delapan syarat dalam memegang negara atau pemerintahan (Pardi Suratno, dalam Wilda, 2017:18).
Masih menurut Suratno (dalam Wilda, 2017:19) kisah lahirnya ajaran Asthabrata bisa diketahui dalam cerita wayang kulit atau wayang purwa, khususnya dalam cerita Ramayana. Namun demikian, kisah tentang lahirnya ajaran Asthabrata tidak ditemukan dalam Ramayana di India, tetapi bisa ditemukan di cerita Ramayana Kakawin atau Ramayana Jawa Kuna. Oleh sebab itu, sekalipun konsep ajaran tersebut telah ada dalam naskah agama Hindu di India, namun cerita tentang lahirnya ajaran tersebut semata-mata merupakan kreativitas pujangga Jawa. Ajaran Asthabrata terdapat dalam beberapa karya sastra Jawa, antara lain kitab Nitisruti, Serat Rama Jarwa, Babad Sangkala, Serat Pakem Makutharama, dan Serat Partawigena. Cerita-cerita dalam ajaran tersebut menggambarkan nasehat Rama kepada adiknya Bharata untuk memimpin kerajaan Ngayodya dan kepada Wibisana ketika ragu-ragu untuk memimpin kerajaan Ngalengka setelah perang Brubuh. Nasehat yang disampaikan Rama kepada Bharata dan Wibisana inilah yang disebut dengan Asthabrata pada sastra Jawa (Endaswara, 2013).
No responses yet