Folklore berasal dari dua kata, folk dan lore. Folk artinya kolektif, yang mana menjelaskan fisik, sosial, dan kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang. Sedangkan lore berasal dari culture adalah tradisi dari folk yakni kebudayaan yang khas yang di wariskan secara turun-temurun melalui lisan atau suatu komunikasi non verbal. Folklore sendiri berpijak pada tradisi suatu masyarakat yang mengutamakan fungsi dan manfaatnya dari pada kebenarannya, berbanding terbalik dengan sejarah yang bertumpu pada kebenaran peristiwanya. Sejarah sendiri berasal dari sesuatu yang memang benar-benar terjadi tanpa rekayasa.
Perkembangan kebudayaaan dan peradaban pada manusia sekarang cenderung terkesan realistis, pembangunan perkotaan yang cenderung ke arah bisnis operekonomian semata-mata untuk menghilangkan ruang publik, ruang kultural dan ruang sejarah yang harus segera diberhentikan. Mengingat proses kebudayaan merupakan proses menjaga kehidupan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, individu dan sosial. Maka sudah sewajarnya kota Yogyakrta yang sarat akan nilai-nilai luhur harus dilestarikan tanpa melupakan adanya dinamika manusia didalamnya.
Oleh karena itu, pelestarian folklor harus dilaksanakan. Perlu segera untuk dilakukan identifikasi, klasifikasi, dan deskripsi folklor yang berkembang di Yogyakarta. Kehidupan manusia yang lahir dari kebudayaan ini harus bisa menumbuhkan sikap menghargai masa lalu karena tidak dapat dipungkiri bahwa folklor merupakan kehidupan sejarah yang telah melebur di masyarakat.
Adapun ciri dari folklor sendiri yaitu, antara lain:
- Pewarisan dan penyebarannya dilakukan secara lisa, yakni dari mulut ke mulut.
- bersifat tradisional, yakni penyebarannya dalam bentuk relatif statis atau standard. Disebarkan di lingkup orang tertentu, paling sedikit dua generasi.
- Follor ada (exist) dalam berbagai versi berbeda.
- biasanya anonim, yang mana penciptanya sudah tidak diketahui lagi.
- biasanya memiliki rumus atau berpola.
- Folklor memiliki nilai guna dalam kehidupan bersama suatu kolektif orang.
Menurut William R.Bascom, folklor paling tidak memiliki empat fungsi, yakni:
- Sebagai sistem proyeksi atau cerminan angan-angan suatu kolektif
- Sebagai alat legitimasi pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
- Sebagai pendidikan anak
- Sebagai pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat selalu dipatuhi oleh anggota masyarakatnya.
Adapun bentuk mitos sendiri dapat berupa mitos, legenda, dongeng, lelucon, peribahasa, teka-teki, jimat, doa, hinaan, celaan, godaan, serangkaian kata yang sulit diucapkan, minum untuk keselamatan, bentuk salam, dan ungkapan perpisahan.
Folklor dapat digunakan dalam dunia pendidikan sebagai media untuk mempermudah proses belajar mengajar. Penggunaan folklor dalam dunia pendidikan dapat digunakan guru untuk membantu menyampaikan pesan kehidupan kepada siswa dengan lebih mudah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Fungsi media pendidikan berperan sebagai alat bantu yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan individu untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Selain itu, folklor yang digunakan sebagai media pendidikan juga merupakan upaya pelestarian kebudayaan. Nilai budaya yang terkandung dalam folkfor merupakan pesan-pesan sebagai sumber pengetahuan atau pendidikan bagi generasi penerus.
Baca Juga : Pendataan Sarana Prasarana Kebudayaan Kabupaten Sleman
Folklor yang mengandung kearifan lokal dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendidikan karakter. Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan tradisi masyarakat.
Folklor sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu:
- Folklor lisan, folklor jenis ini bersifat sangat cair dan relatif tidak bisa dilacak secara pasti asal-usulnya kecuali apabila berkaitan dengan asal-usul suatu daerah atau tempat tertentu. Folklor lisan ini dinilai efektif untuk meyebarkan suatu kebudayaan. Oleh karena itu, folklor lisan dapat berfungsi sebagai suatu kontrol dalam kehidupan, khususnya masyarakat jawa. Didalamnya terdapat nilai-nilai langgeng yang menjadi pedoman masyarakat atau yang biasa disebut norma. Dan masyarakat yang tidak bisa memenuhi norma tersebut, maka dianggap menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. untuk menurunkan ketegangan peraturan tersebut, biasanya masyarakat jawa mengalihkannya menggukana ungkapan, yang mana ungkapan ini memiliki makna positif dan dapat dijadikan sebagai bahan pendidik dan pembentuk karakter seseorang. Contoh ungkapan dalam bahasa jawa adalah, “Becik Ketitik, Ala Ketara” yang mempunyai makna baik terlihat, jelek kentara. Selain ungkapan, ada beberapa contoh dari folklor lisan, antar lain:
- Bahasa rakyat, yang dimaksud dengan bahasa rakyat adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi oleh rakyat untuk melakukan sosialisasi dengan sekitar. Selain itu, bahasa rakyat juga digunakan untuk menyapa, menegur, menyebut orang kedua atau sebagai alat komunikasi dengan dua orang dengan memberikan julukan, kata sapaan, atau gelar kebangsawanan.
- Dongeng, secara umum dongeng mengacu pada cerita rekaan yang bersifat anonim dan ditujukan untuk anak-anak. Saat ini dongen sudah sangat jarang terlihat karena sudah tergantikan oleh berbagai media yang menjadi alternatif hiburan lain.
- Mite dan legenda, mite merupakan suatu cerita yang berhubungan dengan suatu tempat dan dianggap suci oleh empunya. Sedangkan dongen merupakan cerita yang berhubungan dengan tempat tapi tidak dianggap suci.
- Folklor sebagian lisan, merupakan gabungan dari folklor lisan dan bukan lisan. Folklor ini daopat ditemukan di berbagai permainan tradisional anak, yang mana ada berbagai aturan permainan yang diturunkan secara lisan dibarengi dengan lagu yang mengiringi permainan tersebut. Contohnya: Jaran teji, cublak-cublak suweng, menthok-menthok, dan lain-lain.
- Folklor bukan lisan, folklor ini dapat berupa pakaian, makanan, dan bangunan.
Tapi pada kenyataannya biasanya falklor tidak hanya masuk kedalam satu jenis saja. Tapi, bisa masuk ke jenis lain. Bagaimanapun bentuknya, floklor haruslah kita lestarikan. Dalam hal ini, yang menjadi pusat perhatiannya adalah pendukung kehidupan folklor. Sebuah bentuk folklor hanya akan bertahan ditengah-tangah masyarakat yang masih membutuhkan dan mempercayai sistem yang dibawanya. Oleh karena itu, kita harus tetap melestarikan folklor agar tetap hidup dan dapat memberikan nilai yang baik terhadap masyarakat.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kajian atau konsultasi Pariwisata dapat menghubungi Admin kami di 081215017910
No responses yet